Bismillahirrohmanirrohim

Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Minggu, 31 Maret 2013

Pembangunan Menara Masjid Raya Kota Padangsidimpuan Berjalan Lamban

Menara masjid raya al-abror kota Padangsidimpuan yang terkendala oleh biaya takk kunjung selesai. Menara ini direncanakan menjadi menara tertinggi di kota Padangsidimpuan namun banyak masyarakat kota Padangsidimpuan yang mengatakan arsitektur menara tidak menarik karena sudah bisa dilihat bentuknya meski masih 50% pengerjaan. Menara yang terletak di arah Barat Daya masjid al-abror ini juga direncanakan memiliki ketinggian 70 meter dengan biaya Rp 3,7 milliar yang mana isu saat ini beredar di masyarakat dikorupsikan oleh walikota Zulkarnain Nasution nanmun masalah ini belum terjamah oleh hukum, kapan majunya kota Padangsidimpuan ini dari dulu anggaran selalu dikorupsikan oleh pemimpin pemerinthan, memana harus bicara pahit-pahit mengingat ini sudah menjadi perbincangan di sekitar masyarakat agar tercipta Padangsidimpuan yang sejahtera. Dan nantinya akan menjadi salah satu icon di kota Padangsidimpuan.

Pembangunan Menara Masjid Raya Kota Padangsidimpuan Berjalan Lamban

Menara masjid raya al-abror kota Padangsidimpuan yang terkendala oleh biaya takk kunjung selesai. Menara ini direncanakan menjadi menara tertinggi di kota Padangsidimpuan namun banyak masyarakat kota Padangsidimpuan yang mengatakan arsitektur menara tidak menarik karena sudah bisa dilihat bentuknya meski masih 50% pengerjaan. Menara yang terletak di arah Barat Daya masjid al-abror ini nantinya akan menjadi salah satu icon di kota Padangsidimpuan.

Lirik Alusi Au

Alusi Au
Marragam-ragam do anggo sitta-sitta dihita
manisia
Marasing-asing do anggo pangidoan diganup-
ganup jolma
Hamoraon hagabeon hasangapon ido di lului
na deba
Dinadeba asalma tarbarita goarna tahe
Anggo di au tung asing do sitta-sitta asing
pangidoanku
Mansai ambal pe unang pola mangisat, hamu
tahe di au
Sasude na nahugoari i da dai saut di au
Sita-sita di au tung asing situtu do tahe
[Reff:]
Tung holong ni roham i sambing do na
huparsita – sita
Tung denggan ni basam, lagumi do nahupaima
– ima
Asi ni roham ma ito, unang loas au maila
Beha roham,
dok ma hatam,
Alusi au…
Alu… si… au…
Alu… si… au…
Di baheni alu… si… au
Alu… alusi au, alusi au

Perjalanan Eddi Silitonga Menjadi Penyanyi

Ada hal yang istimewa dalam perjalanan
karier penyanyi Eddy Silitonga. Waktu datang
ke Jakarta dia sama sekali tidak terpikir akan
berkarier sebagai penyanyi. Dia merantau
Eddy Silitonga untuk menambah ilmu di
sekolah, lalu sambil berusaha melepaskan diri
dari kesulitan hidup di kota metropolitan dia
menjadi kondektur bus kota.
Namun nasibnya menjadi lain ketika dia
dengan berani ikut Festival Lagu Populer
Tingkat Nasional tahun 1975. Walaupun yang
menjadi juara waktu itu adalah Melky Goeslaw
yang membawakan lagu Minggus Tahitu Pergi
untuk Kembali, Eddy memenangkan hati
produser dan pencipta lagu kondang waktu itu,
Rinto Harahap.
Melalui televisi Rinto yang baru mendirikan
perusahaan rekaman Lollypop, tertarik pada
Eddy. Namun Eddy justru pergi ke perusahaan
rekaman nomor satu waktu itu, Remaco.
Puncak Ketenaran
Pertemuannya dengan Rinto merupakan titik
balik kehidupan Eddy secara keseluruhan.
Dengan lagu ciptaannya Biarlah Sendiri, Rinto
mengorbitkan Eddy ke puncak ketenarannya
pada tahun 1976.
Bukan hanya Eddy, perusahaan Lollypop juga
mulai dikenal sebagai perusahaan yang
mampu mensejajarkan dirinya dengan
perusahaan rekaman ternama waktu itu
seperti Remaco, Musica Studio's, Purnama,
dan Irama Tara.
Namun penyanyi yang terbiasa menyanyi di
atas panggung sejak SD itu ternyata tidak
lama bertahan, karena dia kemudian pindah ke
Remaco. Meskipun merasa berat hati, dengan
jujur Eddy menyatakan bahwa dia meningalkan
Lollypop, karena ingin memiliki sebuah rumah
untuk berlindung bersama adik-adiknya.
Lahir di Pematang Siantar tanggal 17
November 1950, Eddy adalah anak keempat
dari 11 anak-anak Gustaf Silitonga dan
Theresia Siahaan. Dia datang ke Jakarta
tanggal 31 Desember 1968 dengan
menumpang kapal laut langsung dari Medan,
setelah menyelesaikan SMA di Rantauprapat.
Eddy yang termasuk menonjol di sekolah, saat
itu cita-citanya hanyalah ingin meneruskan
sekolahnya. Itulah sebabnya dengan penuh
semangat dia tidak menolak ketika pamannya
yang bekerja di Departeman Luar Negeri
ditugaskan ke Manila mengajaknya.
Sempat Terpuruk
Puncak kejayaan Eddy 1976-1979 diakhiri
dengan pengalaman pahit yang menjadi
lembaran yang sangat kelam dalam hidupnya.
Dia terpuruk seakan-akan tidak akan mampu
bangkit lagi. Lantaran uang hasil karirnya di
dunia tarik suara ia tanamkan di perusahaan
pest-control yang dirikan tahun 1980. Akibat
tidak cermat dalam memilih memilih partner
kerja sehingga perusahaan Eddy bangkrut.
Bukan saja dia kehilangan modal ratusan juta,
juga istrinya tercinta meninggalkannya pada
tahun 1981. Waktu itu dunia seakan-akan
terbalik, sehingga Eddy tidak tahu apa yang
harus diperbuatnya. Pasalnya, hasil usahanya
bertahun-tahun ludes hanya dalam waktu
sekejap. Beberapa buah mobil, tanah, dan
uang tunai lenyap bagai ditelan bumi.
Tidak hanya itu, seperti diakui Eddy, anehnya
setelah kebangkrutan perusahaannya itu,
tawaran untuk me-nyanyi di atas panggung
atau rekaman pun tiba-tiba sepi.
Lima tahun lamanya, 1981-1986, Eddy
Silitonga yang memiliki suara lantang dan
mempesonakan banyak penggemarnya itu
bagaikan lenyap dari pelataran industri musik
Indonesia. Sebagian besar waktunya habis
digunakan menyepi di rumahnya yang seluas
200 meter persegi di kawasan Cilandak,
Jakarta Selatan, yang dibeli hanya seharga Rp
9 juta pada tahun 1978.
Bangkit Kembali
Walau teebilang jarang, ternyata masih ada
juga yang minta dia menyanyi. Dari honor
jutaan yang pernah diterima selama tahun
1976-1979, pada waktu itu honor ratusan ribu
pun di terimanya.
Sampai akhirnya datang Emilia Contessa pada
tahun 1987 mengajak Eddy manggung
bersamanya di Malaysia. Setelah itu pintu
seakan-akan kembali terbuka,
Eddy juga pernah berhasil menyanyikan
sejumlah lagu daerah. Ubekan Denai adalah
lagu pop berbahasa Minang yang populer
lewat suara Eddy. Kemudian Alusi Au (Batak),
Romo Ono Maling (Jawa), di samping yang
berbahasa Sunda, Sulawesi, Kalimantan, dan
Pelembang yang baru dirampungnya;
Ngawujudko Tika Tika (Ogan Komering Ulu),
Pujaan (Sekayu), Ndung Ku (Muara Enim),
Cugak (Ogan Komering Ilir), Ade Dide Kah
(Lahat), Belek Gi (Lubuk Ling-gau), Ingkar Janji
(Bangka).

Dikutip dari kasak-kusuk.

Sabtu, 30 Maret 2013

Masjid Raya Medan (maimun)


Masjid Raya Medan
Letak
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
Afiliasi agama
Islam
Deskripsi arsitektur
Jenis arsitektur
Masjid
Pembukaan tanah
1906
Tahun selesai
1909
Spesifikasi
Masjid Raya Medan atau Masjid Raya Al
Mashun merupakan sebuah masjid yang
terletak di Medan, Indonesia. Masjid ini
dibangun pada tahun 1906 dan selesai pada
tahun 1909. Pada awal pendiriannya, masjid
ini menyatu dengan kompleks istana. Gaya
arsitekturnya khas Timur Tengah, India dan
Spanyol. Masjid ini berbentuk segi delapan
dan memiliki sayap di bagian selatan, timur,
utara dan barat.
Sejarah pembangunan
Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam
sebagai pemimpin Kesultanan Deli memulai
pembangunan Masjid Raya Al Mashun pada
tanggal 21 Agustus 1906 (1 Rajab 1324 H).
Keseluruhan pembangunan rampung pada
tanggal 10 September 1909 (25 Sya‘ban 1329
H) sekaligus digunakan ditandai dengan
pelaksanaan sholat Jum’at pertama di masjid
ini. keseluruhan pembangunannya
menghabiskan dana sebesar satu juta Gulden.
Sultan memang sengaja membangun mesjid
kerajaan ini dengan megah, karena menurut
prinsipnya hal itu lebih utama ketimbang
kemegahan istananya sendiri, Istana Maimun.
Pendanaan pembangunan masjid ini
ditanggung sendiri oleh Sultan, namun konon
Tjong A Fie, tokoh kota medan dari etnis
Thionghoa yang sejaman dengan Sultan
Ma’mun Al Rasyd turut berkontribusi mendanai
pembangunan masjid ini
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Arsitektural
Pada awalnya Masjid Raya Al Mashun di
rancang oleh Arsitek Belanda Van Erp yang
juga merancang istana Maimun, namun
kemudian proses-nya dikerjakan oleh JA
Tingdeman. Van Erp ketika itu dipanggil ke
pulau Jawa oleh pemerintah Hindia Belanda
untuk bergabung dalam proses restorasi candi
Borobudur di Jawa Tengah. Sebagian bahan
bangunan diimpor antara lain: marmer untuk
dekorasi diimpor dari Italia, Jerman dan kaca
patri dari Cina dan lampu gantung langsung
dari Prancis.
Interior Masjid Raya Medan
JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid
ini dengan denah simetris segi delapan dalam
corak bangunan campuran Maroko, Eropa dan
Melayu dan Timur Tengah. Denah yang persegi
delapan ini menghasilkan ruang bagian dalam
yang unik tidak seperti masjid masjid
kebanyakan. Di ke empat penjuru masjid
masing masing diberi beranda dengan atap
tinggi berkubah warna hitam, melengkapi
kubah utama di atap bangunan utama masjid.
Masing masing beranda dilengkapi dengan
pintu utama dan tangga hubung antara
pelataran dengan lantai utama masjid yang
ditinggikan, kecuali bangunan beranda di sisi
mihrab.
Bangunan masjidnya terbagi menjadi ruang
utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan
menara. Ruang utama, tempat sholat,
berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada
sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’
serambi kecil yang menempel dan menjorok
keluar. Jendela-jendela yang mengelilingi
pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca-
kaca patri yang sangat berharga, sisa
peninggalan art nouveau periode 1890-1914,
yang dipadu dengan kesenian Islam. Seluruh
ornamentasi di dalam mesjid baik di dinding,
plafon, tiang-tiang, dan permukaan
lengkungan yang kaya dengan hiasan bunga
dan tumbuh-tumbuhan. di depan masing-
masing beranda terdapat tangga. Kemudian,
segi delapan tadi, pada bagian luarnya tampil
dengan empat gang pada keempat sisinya,
yang mengelilingi ruang sholat utama.[1]
Gang-gang ini punya deretan jendela-jendela
tak berdaun yang berbentuk lengkungan-
lengkungan yang berdiri di atas balok. Baik
beranda dan jendela-jendela lengkung itu
mengingatkan disain bangunan kerajaan-
kerajaan Islam di Spanyol pada Abad
Pertengahan. Sedangkan kubah mesjid
mengikuti model Turki, dengan bentuk yang
patah-patah bersegi delapan. Kubah utama
dikitari empat kubah lain di atas masing-
masing beranda, dengan ukuran yang lebih
kecil. Bentuk kubahnya mengingatkan kita
pada Mesjid Raya Banda Aceh. Di bagian
dalam masjid, terdapat delapan pilar utama
berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi
untuk menyangga kubah utama pada bagian
tengah. Adapun mihrab terbuat dari marmer
dengan atap kubah runcing. Gerbang mesjid
ini berbentuk bujur sangkar beratap datar.
Sedangkan menara mesjid berhias paduan
antara Mesir, Iran dan Arab.

Dikutip dari Wikipedia.

Apakah Tapanuli Itu?

Tapanuli
Tapanuli adalah sebutan/panggilan umum
orang kebanyakan untuk daerah-daerah yang
berada dipesisir pantai barat provinsi
Sumatera Utara yang asal katanya dari
"Tapian Nauli" yang berarti Tepi Sebelah
Barat, dibatasi oleh Dataran Aceh Tenggara,
Danau Toba dan pegunungan Bukit Barisan di
sebelah tengah yang dengan itu memisahkan
Tapanuli dengan pesisir timur provinsi
Sumatera Utara yang kerap disebut Sumatera
Timur atau daerah Melayu Deli.
Tapanuli mempunyai nomor polisi kendaraan
(BB) yang berbeda dari daerah lain
diSumatera Utara (BK)(Terutama dengan
daerah Sumatra Timur).
Dikutip dari Wikipedia.

Humor Daerah Sumatra

Humor Daerah Sumatra
Category: Humor Batak
Tidak bermaksud untuk menghina satu suku
tertentu...just joke..Horas...
Pada jaman dahulu kala, hiduplah serorang
pendekar wanita, Butet namanya. Sebelum
lulus dari Pandapotan silat, ia harus menempuh
ujian Nasution. Agar bisa berkonsentrasi, dia
memutuskan untuk menyepi ke gunung dan
berlatih.
Saat di perjalanan, Butet merasa lapar
sehingga memutuskan untuk mampir di
Pasaribu setempat.
Beberapa pemuda tanggung yang lagi nonton
sabung ayam sambil Toruan, langsung
Hutasoit-soit melihat Butet yang seksi dan
Hotma itu. Tapi Butet tidak peduli, dia jalan
Sitorus memasuki rumah makan tanpa
menanggapi, meskipun sebagai perempuan
yang ramah tapi ia tak gampang Hutagaol
dengan sembarang orang.
Naibaho ikan gurame yang dibakar Sitanggang
dengan Batubara membutanya semakin
berselera. Apalagi diberi sambal terasi dan
Nababan yang hijau segar. Setelah mengisi
perut, Butet melanjutkan perjalanan. Ternyata
jalan ke sana berbukit-bukit. Kadang
Nainggolan, kadang Manurung. Di tepi jalan
dilihatnya banyak Pohan, kebanyakan Pohan
Tanjung. Beberapa diantaranya ada yang
Simatupang diterjang badai semalam.
Begitu sampai di atas gunung, Butet berujar
"Wow, Siregar sekali hawanya"
katanya, berbeda dengan kampungnya yang
Pangabean. Hembusan Perangin-angin pun
sepoi-sepoi menyejukkan, sambil diiringi Riama
musik dari mulutnya. Sejauh Simarmata
memandang warna hijau semuanya.
Tidak ada tanah yang Girsang, semuanya
Singarimbun. Tampak di seberang, lautan ikan
Lumban-lumban. Terbawa suasana, mulanya
Butet ingin berenang. Tetapi yang
diketemukannya hanyalah bekas kolam Siringo-
ringo yang akan di Hutahuruk dengan
Tambunan tanah. Akhirnya dia memutuskan
untuk berjalan-jalan di pinggir hutan saja, yang
suasananya asri, meskipun nggak ada Tiurma
memlambai kayak di pantai.
Sedang asik-asiknya memnikmati keindahan
alam, tiba-tiba dia dikejutkan oleh ular yang
sangat besar. "Sinaga!" teriaknya ketakutan
sambil lari Sitanggang-langgang. Celakanya,
dia malah terpeleset dari Tobing sehingga
bibirnya Sihombing. Karuan Butet menangis
Marpaung-paung lantaran kesakitan. Tetapi dia
lantas ingat, bahwa sebagai pendekar pantang
untuk menangis. Dia harus Togar. Maka, dengan
menguat-nguatkan diri, dia pergi ke tabib
setempat untuk melakukan pengobatan.
Tabib tergopohg-gopoh Simangunsong di pintu
untuk menolongnya. Tabib bilang, bibirnya
harus di-Panjaitan.
"Hm, biayanya Pangaribuan" kata sang tabib
setelah memeriksa sejenak.
"itu terlalu mahal. Bagaimana kalau Napitupulu
saja?" tawar si Butet.
"Napitupulu terlalu murah. Pandapotan saya
kan kecil".
"Jangan begitulah. Masa' tidak Siahaan melihat
bibir saya Sihombing begini? Apa saya mesti
Sihotang, bayar belakangan? Nggak mau kan?"
"Baiklah, tapi pakai jarum Sitompul saja" sahut
sang mantri agak kesel. "Cepatlah! Aku sudah
hampir Munthe. Saragih sedikit nggak apa-
apalah".
Malamnya, ketika sedang asik-asiknya berlatih
sambil makan kue Lubis kegemarannya, sayup-
sayup dia mendengar lolongan Rajagukguk. Dia
Bonar-bonar ketakutan. Apalagi ketika
mendengar suara disemak-semak tiba-tiba
berbunyi "Poltak!" keras sekali.
"Ada Sitomorang?" tanya Butet sambil
memegang tongkat seperti stik Gultom erat-
erat untuk menghadapi Sagala kemungkinan
Terdengar suara pelan, "Situmeang". "Sialan,
cuma kucing." desahnya lega. Padahal dia
sudah sempat berpikir yang Silaen-laen. Selesai
berlatih, Butet pun istirahat. Terkenang dia
akan kisah orang tentang Hutabarat di bawah
Tobing pada jaman dulu dimana ada Simamora,
gajah Purba yang berbulu lebat. Keesok harinya,
Butet kembali ke Pandapotan silatnya. Di depan
ruangan ujian dia membaca tulisan: "Harahap
tenang! Ada ujian.
"Wah telat, emang udah jam Silaban sih". Maka
Siboru-boru dia masuk ke ruangan sambil
bernyanyi-nyanyi. Di-Tigor-lah dia sama
gurunya "Butet, kau jangan ribut!, bikin kacau
konsentrasi temanmu!"
Butet, tanpa Malau-malau langsung Sijabat
tangan gurunya, "Nggak Pakpahan guru, sekali-
sekali?!"
Akhirnya, luluslah Butet dan menjadi orang
yang disegani karena mengikuti wejengan guru
Pandapotan silatnya untuk selalu,
"Simanjuntak gentar, Sinambela yang benar!"
Sent by: e-ketawa

Manuhor Pulsa

Manuhor Pulsa
Category: Humor Batak
Adong ma sada ama-ama sian huta pardomuan,
sukses besar dalam bisnis durianna. Panen na
sukses hampir mencapai omzet 10 juta dalam 1
bulan. Alani lumayan do untung na, gabe
kepingin ma amanta i laho mar handphone
sebagaimana nadi nipi-ipihon salelengon.
Laho ma amatta i tu sada toko handphone di
bilangan segitiga emas Sidikalang, alias jalan
Sisingamangaraja. Songonon ma kira-kira
pembicaraan antara amanta i dohot par toko
handphone on:
A : "Ai laho manuhor handphone au lae, na
songon dia do na pas di natua-tua songon au.
Argana hira-hira 1 tu 2 juta. Ai nasai do pe
adong hepengku."
TH : "Ohh... adong amang, type na NOKIA 3260,
balga-balga do tombol na, dang susa amang
molo lau mamiccit nomorna. On ma contoh na
amang. Argana holan 1,5 juta do."
A : "Boi .. boi ma i. Baen ma dohot nomor na
sekalian. Pasang ma sekaligus, dang hupaboto-
boto mamasang i, sekalian ma dohot pulsana."
TH: "Boi amang, on ma nomor na, pillit hamu
ma. Molo pulsana, na sadia ma ta baen amang,
adong 25 ribu, 50 ribu dohot 100 ribu."
A : "Ai hamu ma mamillit nomor nai, baen ma
nomor na bagak. Molo pulsanai si 100 ribu ma
baen."
TH : "Boi amang, alai sebelum hupillit no nai, ai
didia do halak amang tinggal?"
A : "Di pardomuan, jonok do tu tigalingga"
TH : "Ohh... alai hurasa amang, dang adong
dope sahat jaringan tu Pardomuan."
A : "Ima... ima .. nga boi i . Baen ma 100 ribu
dohot jaringan na i, bila porlu 200 ribu pe boi,
asa unang mulak-ulak iba tu Sidikkalang on."
TH : "???!!??"
Sent by: e-ketawa

Orang Batak Menyetop Taksi

Orang Batak Menyetop Taksi
Category: Humor Batak
Suatu hari, ada orang Batak yang sedang
berwisata di kota Jakarta dan ia bermarga
Manalu, saat menunggu taksi yang lewat iapun
duduk untuk beristirahat.
Saat itu ia melihat ada taksi tak berpenumpang
yang kebetulan lewat maka segera iapun
menyetop taksi itu, dan saat diberhentikan sang
supir taksi bertanya kepada si Batak ini. "Mana
lu?" tanyanya sambil mengintip dari jendela
(maksudnya kamu mau ke mana?), si Batak ini
kaget dan bergumam "Bah, hebat kali supir
taksi di Jakarta ini? Belum apa-apa sudah tahu
namaku."
Lalu ia bertanya lagi pada si supir taksi ini "Hei
kau, kau paranormal ya?" Lalu supir taksi ini
menjawab sambil nyeleneh dan pergi "Sinting."
Si Batak ini bergumam lagi "Bah, lebih hebat
lagi supir taksi ini, dia tahu kemana tujuanku.
Aku kan mau pergi ke rumah temanku si
Ginting." Karena dari 5 taksi yang ia
berhentikan mengatakan hal yang sama saja, si
Batak ini frustasi dan akhirnya memutuskan
untuk naik metro mini saja daripada repot-repot
cari taksi.
Di dalam metro mini ia berkata dalam hati
"Supir-supir taksi di Jakarta ini paranormal
semua kelihatannya tetapi aneh, kok mereka
tak mau kutumpangi ya? Padahal uangku
cukup."
Sent by: Joshua Nathaniel

Lebaran vs Sempitan

Lebaran vs Sempitan
Category: Humor Batak
Ini cerita tentang orang Batak yang sedang
pergi ke RLD (sebut saja Kramtung alias Kramat
Tunggak atawa Bongkaran juga boleh), kejadian
ini kebetulan pas bulan puasa menjelang
lebaran. Kebetulan lagi, si Batak satu ini lagi
bokek, sehingga terjadi tawar menawar yang
cukup alot, akhirnya dicapai kesepakatan dan si
Batak mendapatkan discount hampir 40 % dari
harga normal.
Setelah menyelesaikan tugasnya termasuk
memberikan bayaran yang telah disepakati, si
cewek memberanikan diri minta tambahan,
mas ... tambah dong .... lebaran nih. Si Batak
spontan menjawab (dengan aksen Batak
tentunya): lebaran kau bilang ... yang sempitan
saza tak kutambah.
Sent by: eKetawa

Riwayat Singkat Perjuangan Raja Si Singamangaraja XII

Riwayat Singkat Perjuangan Raja Si
Singamangaraja XII
Dari catatan Keluarga Sisingamangaraja
dalam rangka peringatan 100 tahun
perjuangan raja Sisingamangaraja XII
Raja Si Singamangaraja XII lahir di
Bakara ditepian Danau Toba sebelah
Selatan pada tahun 1848. Saat ini
Bakara merupakan suatu kecamatan
dalam Kabupaten Humbang
Hasundutan. Nama kecilnya adalah
Patuan Bosar gelar Ompu Pulo Batu.
Sebagaimana leluhurnya, gelar Raja
dan kepemimpinan selalu diturunkan
dari pendahulunya secara turun
temurun. Ketika Patuan Bosar
dinobatkan menjadi Raja Si
Singamangaraja XII pada tahun 1871,
waktu itu umurnya baru 22 tahun
dalam usia yang masih muda.
Rakyat bertani dan beternak, berburu dan
sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Si
Singamangaraja XII mengunjungi suatu negeri
semua yang �terbeang� atau ditawan, harus
dilepaskan. Sebagaimana dengan Raja Si
Singamangaraja I sampai XI, beliau juga
merupakan seorang pemimpin yang sangat
menentang perbudakan yang memang masih
lazim masa itu. Jika beliau pergi ke satu desa
(huta), beliau selalu meminta agar penduduk
desa tersebut memerdekakan orang yang
sedang dipasung karena hutang atau kalah
perang, orang-orang yang ditawan yang
hendak diperjualbelikan dan diperbudak.
Dia seorang pejuang sejati, yang anti
penjajahan dan perbudakan. Pejuang yang
tidak mau berkompromi dengan penjajah
kendati kepadanya ditawarkan menjadi Sultan
Batak. Ia memilih lebih baik mati daripada
tunduk pada penjajah. Ia kesatria yang tidak
mau mengkhianati bangsa sendiri demi
kekuasaan. Ia berjuang sampai akhir hayat.
Perjuangannya untuk memerdekakan ‘manusia
bermata hitam’ dari penindasan penjajahan si
mata putih (sibontar mata), tidak terbatas
pada orang Tapanuli (Batak) saja, tetapi
diartikan secara luas dalam rangka nasional.
Semua orang yang bermata hitam
dianggapnya saudara dan harus dibela dari
penjajahan si mata putih (sibontar mata). Dia
merasa dekat dengan siapa saja yang tidak
melakukan penindasan, tanpa membedakan
asal-usul. Maka ia pun mengangkat
panglimanya yang berasal dari Aceh.
Perjuangan Raja Si Singamangaraja XII
melawan Belanda
Dapat dipadamkannya “Perang Paderi”
melapangkan jalan bagi pemerintahan kolonial
di Minangkabau dan Tapanuli Selatan.
Minangkabau jatuh ke tangan Belanda,
menyusul daerah Natal, Mandailing, Barumun,
Padang Bolak, Angkola, Sipirok, Pantai Barus
dan kawasan Sibolga.
Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak
terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-
daerah yang telah direbut Belanda menjadi
daerah Gubernemen yang disebut “Residentie
Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan
seorang Residen berkedudukan di Sibolga yang
secara administratif tunduk kepada Gubernur
Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah
Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung,
Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba,
Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda
dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak
yang merdeka, atau ‘De Onafhankelijke
Bataklandan’. Sampai pada tahun 1886,
hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai
Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang
masih berada dalam situasi merdeka dan
damai di bawah pimpinan Raja Si
Singamangaraja XII yang masih muda.
Sebenarnya berita tentang masksud Belanda
untuk menguasai seluruh Sumatera ini sudah
diperkirakan oleh kerajaan Batak yang masa
itu masih dipimpin oleh Raja Si
Singamangaraja XI yaitu Ompu Sohahuaon.
Sebagai bukti untuk ini, salah satu putrinya
diberi nama Nai Barita Hulanda.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang
kepada Aceh dan tentaranya mendarat di
pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di
mana Raja Si Singamangaraja XII berkuasa,
masih belum dijajah Belanda. Tetapi ketika 3
tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876,
Belanda mengumumkan “Regerings� Besluit
Tahun 1876″ yang menyatakan daerah
Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan
kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk
kepada Residen Belanda di Sibolga, Raja Si
Singamangaraja XII cepat mengerti siasat
strategi Belanda. Kalau Belanda mulai
menguasai Silindung, tentu mereka akan
menyusul dengan menganeksasi Humbang,
Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain. Raja Si
Singamangaraja XII cepat bertindak, Beliau
segera mengambil langkah-langkah
konsolidasi. Raja-raja Batak lainnya dan
pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu
rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876.
Dalam rapat penting dan bersejarah itu
diambil tiga keputusan sebagai berikut :
1. Menyatakan perang terhadap Belanda
2. Zending Agama tidak diganggu
3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk
sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Raja Si
Singamangaraja XII lah yang dengan
semangat tinggi, mengumumkan perang
terhadap Belanda yang ingin menjajah.
Terlihat pula, Raja Si Singamangaraja XII
bukan anti agama dan di zamannya, sudah
dapat membina azas dan semangat persatuan
dengan suku-suku lainnya.
Tahun 1877, mulailah perang Batak yang
terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun
lamanya. Dimulai di Bahal Batu, Humbang,
berkobar perang yang ganas selama tiga
dasawarsa. Belanda mengerahkan pasukan-
pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang
pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja Si
Singamangaraja XII.
Pasukan Belanda yang datang menyerang ke
arah Bakara, markas besar Raja Si
Singamangaraja XII di Tangga Batu dan Balige
mendapat perlawanan dan berhasil dihambat.
Belanda merobah taktik, pada babak
berikutnya ia menyerbu ke kawasan Balige
untuk merebut kantong logistik Raja Si
Singamangaraja XII di daerah Toba, untuk
selanjutnya mengadakan blokade terhadap
Bakara. Tahun 1882, hampir seluruh daerah
Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan
Laguboti masih tetap dipertahankan oleh
panglima-panglima Raja Si Singamangaraja
XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi
Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti
jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan
satu batalion tentara bersama barisan
penembak-penembak meriam.
Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan
jauh sebelumnya oleh Raja Si Singamangaraja
XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda.
Namun Belanda tetap merasa penguasaan
tanah Batak berjalan lamban.Untuk
mempercepat rencana kolonialisasi ini,
Belanda menambah pasukan besar yang
didatangkan dari Batavia (Jakarta sekarang)
yang mendarat di Pantai Sibolga. Juga
dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan.
Raja Si Singamangaraja XII membalas
menyerang Belanda di Balige dari arah Huta
Pardede. Pasukan Raja Si Singamangaraja XII
juga dikerahkan berupa kekuatan laut dari
Danau Toba yang menyertakan pasukan
sebanyak 800 orang dengan menggunakan 20
solu bolon. Pertempuran besar pun terjadi.
Pada tahun 1883, Belanda benar-benar
mengerahkan seluruh kekuatannya dan Raja Si
Singamangaraja XII beserta para panglimanya
juga bertarung dengan gigih. Tahun itu, di
hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda
harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan
yang setia kepada perjuangan Raja Si
Singamangaraja XII. Namun pada tanggal 12
Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan
Markas Besar Raja Si Singamangaraja XII
berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Raja Si
Singamangaraja XII mengundurkan diri ke
Dairi bersama keluarganya dan pasukannya
yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya
yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga
didatangkan untuk mencari persembunyian
Raja Si Singamangaraja XII. Barisan pelacak
ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh
pasukan Raja Si Singamangaraja XII barisan
musuh ini dijuluki �Si Gurbak Ulu Na Birong�.
Tetapi pasukan Raja Si Singamangaraja XII
pun terus bertarung. Panglima Sarbut
Tampubolon menyerang tangsi Belanda di
Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan
berhadapan dengan Raja Ompu Babiat
Situmorang. Tetapi Raja Si Singamangaraja XII
menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja,
Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran
dan Pollung. Panglima Raja Si Singamangaraja
XII yang terkenal Amandopang Manullang
tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi
Penasehat Khusus Raja Si Singamangaraja XII,
Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda.
Ini terjadi pada tahun 1889.
Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil
menguasai Aceh sehingga pada tahun 1890
pasukan khusus Marsose yang tadinya
ditempatkan di Aceh, dikerahkan untuk
menyerang Raja Si Singamangaraja XII di
daerah Parlilitan. Mendapat penyerangan yang
tiba-tiba dan menghadapi persenjataan yang
lebih modern dari Belanda, akhirnya
perlawanan gigih pasukan Raja Si
Singamangaraja XII pun terdesak. Dari situlah
dia dan keluarga serta pasukannya menyingkir
ke Dairi.
Raja Si Singamangaraja XII melanjutkan
peperangan secara berpindah-pindah di
daerah Parlilitan selama kurang lebih 22
tahun, disetiap persinggahaannya Beliau
selalu memberikan pembinaan pertanian, adat
istiadat (hukum) untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sehingga
menimbulkan kesetiaan dan dukungan rakyat
untuk berjuang.walaupun banyak di antara
penduduk yang mendapat siksaan dan pukulan
dengan rotan dan bahkan sampai terbunuh,
karena tidak mau bekerja-sama dengan
Belanda. Termasuk untuk menunjukkan tempat
pasukan dan Raja Si Singamangaraja XII
berada.
Pasukan Raja Si Singamangaraja XII di Dairi ini
merupakan gabungan dari suku Batak dan
suku Aceh. Pasukan ini dipimpin oleh putranya
Patuan Nagari. Panglima-panglima dari suku
Batak Toba antara lain, Manase Simorangkir
dari Silindung, Rior Purba dari Bakara, Aman
Tobok Sinaga dari Uruk Sangkalan dan Ama
Ransap Tinambunan dari Peabalane. Dari suku
Aceh antara lain Teuku Sagala, Teuku Nyak
Bantal, Teuku Nyak Ben,Teuku Mat Sabang,
Teuku Nyak Umar, Teuku Nyak Imun, Teuku
Idris. Sedang dari rakyat Parlilitan antara lain:
Pulambak Berutu, Tepi Meha, Cangkan Meha,
Pak Botik Meha, Pak Nungkun Tinambunan,
Nangkih Tinambunan, Pak Leto Mungkur, Pak
Kuso Sihotang, Tarluga Sihombing dan Koras
Tamba.
Pasukan Raja Si Singamangaraja XII ini dilatih
di suatu gua yang bernama Gua Batu Loting
dan Liang Ramba di Simaninggir. Gua ini
berupa liang yang terjadi secara alamiah
dengan air sungai di bawah tanah. Tinggi gua
sekitar 20 meter dan mempunyai cabang-
cabang yang bertingkat-tingkat. Sirkulasi
udara di dalam gua cukup baik karena terbuka
ke tiga arah, dua sebagai akses keluar masuk
dan satu menuju ke arah air terjun. Jarak dari
pintu masuk ke air terjun didalam gua lebih
dari 250 meter. Dengan demikian, di dalam
gua ini dimungkinkan untuk menjalankan
kehidupan sehari-hari bagi seluruh pasukan
yang dilatih tanpa harus keluar dari gua.
Pihak penjajah Belanda juga melakukan upaya
pendekatan (diplomasi) dengan menawarkan
Raja Si Singamangaraja XII sebagai Sultan
Batak, dengan berbagai hak istimewa
sebagaimana lazim dilakukan Belanda di
daerah lain. Namun Raja Si Singamangaraja
XII menolak tawaran tersebut. Sehingga usaha
untuk menangkapnya mati atau hidup semakin
diaktifkan.
Setelah melalui pengepungan yang ketat
selama tiga tahun, akhirnya markasnya
diketahui oleh serdadu Belanda. Dalam
pengejaran dan pengepungan yang sangat
rapi, peristiwa tragis pun terjadi. Dalam satu
pertempuran jarak dekat, komandan pasukan
Belanda kembali memintanya menyerah dan
akan dinobatkan menjadi Sultan Batak. Namun
pahlawan yang merasa tidak mau tunduk pada
penjajah ini lebih memilih lebih baik mati
daripada menyerah.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan
Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung
Raja Si Singamangaraja XII. Pertahanan Raja
Si Singamangaraja XII diserang dari tiga
jurusan. Tetapi Raja Si Singamangaraja XII
tidak bersedia menyerah. Kaum wanita dan
anak-anak diungsikan secara berkelompok-
kelompok, namun kemudian mereka
tertangkap oleh Belanda.
Tanggal 17 Juni 1907, di pinggir bukit Aek
Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si
Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten
Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang
sekarang, gugurlah Raja Si Singamangaraja XII
oleh pasukan Marsose Belanda pimpinan
Kapten Christoffel. Raja Si Singamangaraja XII
gugur bersama dua putranya Patuan Nagari
dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Raja
Si Singamangaraja XII yang kebal peluru
tewas kena peluru setelah terpercik darah
putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya.
Dalam peristiwa ini juga turut gugur banyak
pengikut dan beberapa panglimanya termasuk
yang berasal dari Aceh, karena mereka juga
berprinsip pantang menyerah. Pengikut-
pengikutnya yang lain berpencar dan berusaha
terus mengadakan perlawanan, sedangkan
keluarga Raja Si Singamangaraja XII yang
masih hidup dihina dan dinista, dan kemudian
ditawan di internering Pearaja Tarutung.
Semua mereka merupakan korban perjuangan.
Perang yang berlangsung selama 30 tahun itu
memang telah mengakibatkan korban yang
begitu banyak bagi rakyat termasuk keluarga
Raja Si Singamangaraja XII sendiri. Walaupun
Raja Si Singamangaraja XII telah wafat, tidak
berarti secara langsung membuat perang di
tanah Batak berakhir, sebab sesudahnya
terbukti masih banyak perlawanan dilakukan
oleh rakyat Tapanuli khususnya pengikut dari
Raja Si Singamangaraja XII sendiri.
Jenazah Raja Si Singamangaraja XII, Patuan
Nagari dan Patuan Anggi dibawa dan
dikuburkan Belanda di tangsi Tarutung. Pada
Tahun 1953, Raja Si Singamangaraja XII,
Patuan Nagari dan Patuan Anggi dimakamkan
kembali di Makam Pahlawan Nasional
Soposurung Balige yang dibangun oleh
pemerintah, masyarakat dan keluarga. Digelari
Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan
Surat Keputusan Pemerintah Republik
Indonesia No. 590 tertanggal 19 Nopember
1961.
Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa
mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah
ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Si
Singamangaraja XII selama selama tiga
dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan
semangat dan kecintaannya kepada tanah air
dan kepada kemerdekaannya yang tidak
bertara. Itulah yang dinamakan “Semangat
Juang Raja Si Singamangaraja XII”, yang perlu
diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama
generasi muda. Raja Si Singamangaraja XII
benar-benar patriot sejati. Beliau tidak
bersedia menjual tanah air untuk kesenangan
pribadi. Hal ini menumbuhkan semangat
persatuan dan kemerdekaan di hati rakyat.

Dikutip dari Tano Batak.

Tomas vs Tobing

Tomas vs Tobing
Category: Humor Batak
Ada seorang Batak bermarga Tobing, dapat
tugas dua minggu ke Jakarta. Pada dasarnya si
Batak ini orang baik, no alcohol, no drugs, no
womanizing, pokoknya NO untuk yang negatif-
negatif. Teman-temannya sering mengajak si
Batak ini untuk looking for good place and good
time (pinjam istilah populer supir-supir taksi di
Manila), tapi dia tidak pernah mau. Namun ,
setelah seminggu di Jakarta dan tidak pernah
ketemu sang istri tercinta akhirnya dia berhasil
diajak teman-temannya ke salah satu RLD (red
light district) di Jakarta.
Di tempat tersebut dia mendapat partner
mojang Solo yang lembut dan cantik, dasar
Batak yang suka sradak-sruduk, dalam 'making
love' juga sradak-sruduk. Awalnya si cewek
berusaha memberikan sevice yang terbaik,
namun lama-lama karena merasa risih, si cewek
bilang dengan lembut, pelan-pelan toh mas.
Tapi si Batak tidak perduli dan tetap aja sradak-
sruduk, si cewek bilang lagi pelan-pelan toh
mas, sampai beberapa kali. Akhirnya si Batak
menyahut (dengan aksen Batak tentunya) ...
Tomas lagi ... Tomas lagi kau bilang, aku bukan
Tomas (toh mas) ..... Tobing-nya aku. Si Batak
terus menuaikan tugasnya ..... tetap saja
sradak-sruduk.
Sent by: eKetawa

Kuliah Minta Motor

Kuliah Minta Motor
Category: Humor Batak
Ada anak dr Sipiongot kuliah di ITB, suatu saat
dia ngirim sms ke bapaknya dikampung Medan:
"Pak,semua kawan-kawanku ke kampus naik
Kijang, Kuda, Phanter, Jaguar dan Tiger,
kirimlah dulu uang biar ku beli macam
gitu,kepinginnya aku Pak.."
Balas bapaknya : "Kek mana lah kubikin nak,
gak ada uang bapak untuk beli macam gitu,
kalau gak gini ajalah, Kebetulan bapak kan baru
beli babi dikampung, naik babi ajalah kau ke ke
kampus ya nak..."
Sent by: e-ketawa

Sejarah Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal

Sejarah Pembentukan Kabupaten
Mandailing Natal
Kabupaten Mandailing Natal resmi terbentuk
pada tanggal 23 Nopember 1998
berdasarkan Undang-undang Nomor 12
tahun 1998 tanggal 23 Nopember 1998
Tentang Pembentukan Kabupaten Toba
Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal.
Selanjutnya Kabupaten Mandailing Natal
diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri
Syarwan Hamid pada tanggal 9 Maret 1999
di Kantor Gubernur Sumatera Utara Medan
dan pejabat Bupati Mandailing Natal pada
masa itu adalah H. Amru Daulay, SH.
Sedangkan peresmian gedung sementara
kantor pemerintahan Mandailing Natal di
Panyabungan dilakukan oleh Gubernur
Sumatera Utara, Alm. Tengku Rizal Nurdin
pada tanggal 11 Maret 1999, di komplek
bekas perkantoran Proyek Pembangunan
Irigasi Batang Gadis di daerah Dalan Lidang
Kecamatan Panyabungan yang kemudian
dioperasikan sebagai komplek perkantoran
pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal
dan sekarang lebih dikenal dengan komplek
perkantoran Bupati lama.
Istilah Mandailing Natal sendiri pada
mulanya sudah dikenal sejak tahun 1365
berdasarkan karya sejarah Negarakertagama
yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Kemudian
setelah Kabupaten Mandailing Natal resmi
terbentuk, istilah tersebut disosialisasikan
oleh H. Amru Daulay, SH., selaku Pejabat
Bupati Mandailing Natal berdasarkan Surat
Keputusan Nomor 100/253.TU/1999 yang
menyebutkan bahwa akronim nama
Kabupaten Mandailing Natal adalah
Kabupaten Madina yang Madani.
Selanjutnya pada tahun 2000 Pejabat Bupati
Mandailing Natal H. Amru Daulay, SH,
diangkat menjadi Bupati Mandailing Natal
defenitip untuk periode tahun 2000 sampai
dengan tahun 2005.
Melalui pemilihan Kepala Daerah (PILKADA)
secara langsung pada tahun 2005, bapak H.
Amru Daulay, SH kembali terpilih untuk
memimpin pemerintahan Kabupaten
Mandailing Natal untuk periode yang kedua
sampai dengan tahun 2010.
Kabupaten Mandailing Natal terletak pada
00 10’’-10 50’’ Lintang Utara dan 980 50’’
sampai 1000 10’’ Bujur Timur dengan
ketinggian 0 samapai 2,145 diatas
permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten
Mandailing Natal + 6.620,70 Km2 dengan
batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan ;
Sebelah Timur dengan Propinsi Sumatera
Barat ;
Sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera
Barat ;
Sebelah barat dengan Samudera Indonesia.
Jumlah penduduk Kabupaten Mandailing
Natal sesuai dengan data yang terbaru dari
BPS Kabupaten Mandailing Natal adalah
390.389 jiwa, dengan rincian penduduk
agama :
- Muslim 379.064 jiwa
- Non Muslim 11.325 jiwa
Jumlah : 390.389 jiwa

Dikutip dari.

Menyingkap Sejarah dan Keajaiban Sigale- gale


by. Thompson HS
Pertunjukan tarian boneka Sigale-gale sudah
sangat langka. Jumlah boneka Sigale-gale pun
konon tinggal beberapa saja. Tidak gampang
membuatnya. Ada kepercayaan di masyarakat
Batak bahwa pembuat boneka Sigale-gale
harus menyerahkan jiwanya pada boneka kayu
buatannya itu agar si boneka bisa bergerak
seperti hidup. Bagaimana pertunjukan mistis
ini bisa sampai melekat dalam masyarakat
Batak? Untunglah sampai hari ini Sigale-gale
belum punah sama sekali. Masih ada beberapa
sisa patung yang dipahat puluhan tahun silam.
Kita masih bisa menyaksikan sisa-sisa
kemunculannya meski sangat jarang. Jika mau
menonton langsung pertunjukan tradisional
dari Tanah Batak itu, pergilah ke Samosir.
Kabarnya ada empat tempat yang dapat
mempertontonkannya di sana. Dua di
antaranya yang mudah dijangkau adalah
tempat wisata Tomok dan Museum Hutabolon
Simanindo. Pengunjung dapat memesan
langsung pertunjukan Sigale-gale dengan
bayaran tertentu. Pengunjung yang ingin
menontonnya pun tidak dibatasi dari jumlah
dan usia. Terkadang dua tiga orang yang
tertarik, seperti turis mancanegara, dapat
meminta kepada pengusaha pertunjukan untuk
segera memainkannya dengan iringan musikal
gondang Batak dan delapan sampai sepuluh
penari pengiringnya. Rombongan anak-anak
sekolah pun sering berkunjung ke Samosir
untuk menyaksikan Sigale-gale dalam durasi
tertentu dari pilihan-pilihan repertoar
musiknya. Repertoar di dua tempat tersebut
dapat membosankan jika melebihi satu jam.
Apalagi sekarang musik pengiringnya sudah
sering menggunakan rekaman kaset audio
(playback). Suasana pertunjukan tarian boneka
Sigale-gale memang sangat menarik dan
menghibur. Bayangkan, sebuah boneka yang
terbuat dari kayu dapat menari seperti
manusia. Kelihatannya memang seperti
manusia jika semakin diperhatikan. Boneka
yang tingginya mencapai satu setengah meter
tersebut diberi kostum tradisonal Batak.
Bahkan semua gerak-geriknya yang muncul
selama pertunjukan menciptakan kesan-kesan
dari contoh model manusia. Kepalanya bisa
diputar ke samping kanan dan kiri, mata dan
lidahnya dapat bergerak, kedua tangan
bergerak seperti tangan-tangan manusia yang
menari serta dapat menurunkan badannya
lebih rendah seperti jongkok waktu menari.
Padahal semua gerakan itu hanya di atas peti
mati, tempat disimpannya boneka Sigale-gale
seusai dipajang atau dimainkan. Kenapa itu
bisa terjadi? Tentu dua tiga orang dalangnya
ada di belakang dengan menarik jalur-jalur tali
secara anatomis. Dalang Legendaris Dulu,
Sigale-gale sempat dimainkan hanya oleh satu
orang dalang. Dalang terakhir yang terkenal
adalah Raja Gayus Rumahorbo dari kampung
Garoga, Tomok. Beliau pernah tampil pada
festival Sigale-gale di Pematang Siantar
(Simalungun) pada tahun 1930-an. Malahan,
kabarnya Sigale-gale yang dimainkannya
waktu itu adalah hasil buatannya sendiri. Raja
Gayus dikenal mampu membuat Sigale-gale
mengeluarkan airmata dan punya kemampuan
mengusapkan ulos (kain tenunan Batak) yang
disandangkan sebelumnya di bahu sang
boneka kayu. Airmata yang keluar tentu saja
air yang mengalir dari bagian kepala Sigale-
gale yang dilubangi. Namun bagaimana teknis
mengeluarkannya masih sulit dibayangkan,
karena biasanya diisi dengan kain lap basah
atau wadah kecil yang muat di bagian yang
berlubang itu. Pewaris Raja Gayus Rumahorbo
mengatakan, Sigale-gale yang dimainkan pada
festival itu kini berada di Belanda. Satu
boneka lagi, masih menurut pewarisnya,
terdapat di Jakarta. Memang Museum
Nasional di bagian khusus kebudayaan Batak
pernah diinformasikan menyimpan patung
Sigale-gale. Rayani Sriwidodo Lubis
melahirkan sebuah buku ceritanya berjudul
Sigale-gale (PT Dunia Pustaka Jaya, 1982)
diperkirakan mendapat inspirasi setelah
melihat patung yang ada di museum itu. Mistik
di Balik Pembuatan Sigale-gale Kisah
pembuatan patung Sigale-gale masih lestari di
kampung Garoga. Kampung ini berjarak sekitar
tiga kilometer dari Tomok, dan naik ke arah
kiri yang dibentengi pegunungan Samosir.
Gunung sekitar itu dikenal dengan nama
Naboratan yang dapat berarti “sangat berat”.
Ada satu air terjun, yang dalam bahasa
setempat disebut dengan nama Sampuran
Simangande. Air terjun yang konon
menyimpan batu-batuan aneh dan posisi
gunung seperti tembok yang sangat tinggi itu
sempat menambahi kesan lebih jauh tentang
kampung yang dikenal masih menyimpan
patung Sigale-gale itu. Ternyata suasana alam
yang melatarbelakangi kampung Garoga sama
sekali tidak ada kaitannya dengan munculnya
patung Sigale-gale. Setidaknya dalam kaitan
bahan-bahan seperti kayu dan upacara
tertentu untuk patung Sigale-gale. Kampung
Garoga juga tak bisa dipastikan sebagai
setting cerita Sigale-gale. Kampung ini
hanyalah salah satu kampung selain kampung
Siallagan atau Ambarita. Malahan informasi
tentang sebuah patung Sigale-gale pernah
ada dari sekitar Silimbat Porsea. Hari itu, di
teras sebuah rumah yang berarsitek modern,
kami diperlihatkan pada dua unit Sigale-gale
yang sudah berumur 30 dan 70 tahun. Salah
seorang keturunan Raja Gayus menyambut
kedatangan kami dengan minuman tradisional
tuak dan natinombur (ikan panggang dengan
racikan sambal khas Batak). Beberapa orang
pemusik sudah siap-siap di posisi belakang
terletaknya kedua Sigale-gale itu dengan
instrumen selengkapnya. Sekitar setengah jam
mereka memainkan sejumlah repertoar musik
yang konteksnya tidak jauh dari kategori musik
ritual Batak. Biasanya ada tujuh macam cara
musikal yang dilakukan dalam ritual Batak.
Namun selesai pertunjukan, kami lebih
terfokus membicarakan seputar Sigale-gale
sendiri. Terkait dengan pembuatannya, patung
Sigale-gale diliputi oleh cerita yang mistis
atau seram. Bila seseorang sudah bersedia
membuat patung Sigale-gale, berarti ia sudah
pasti menjadi tumbal. Setelah menyelesaikan
sebuah patung, si pembuat akan segera
meninggal. Mungkin kepercayaan ini pulalah
yang membuat patung Sigale-gale menjadi
ekslusif dan tidak pernah dibuat banyak-
banyak. Berdasarkan kejadian-kejadian itu,
proses pembuatan Sigale-gale kemudian
dilakukan oleh lebih dari satu orang. Ada yang
khusus mengerjakan pembuatan tangan,
tungkai kaki, bagian badan, dan kepala.
Mungkin secara bersama juga tali-tali dan
kerandanya yang berukiran Batak diselesaikan.
Jumlah tali-tali pada setiap patung yang
dibuat tidak selalu serupa. Pada dua unit
Sigale-gale tadi, salah satunya mempunyai tali
penarik 17 ruas. Dulu tali-tali tersebut katanya
sama sekali tidak ada. Gerakan patung
berlangsung hanya dengan kekuatan gaib yang
dimiliki dalangnya. Patung yang dihidupkan
demi kekuatan gaib dalam tradisi Batak
disebut dengan gana-ganaan dan dia dapat
menyerupai totem. Seorang pembuat patung
Sigale-gale dulunya dikenal dengan sebutan
Datu Panggana, karena didorong oleh suatu
kekuatan gaib juga. Bahan yang digunakan
untuk patung Sigale-gale biasanya dari sejenis
pohon bernama ingul dan pohon nangka.
Pohon nangka khusus digunakan untuk bagian
tangan dan kepala. Sedangkan pohon ingul
untuk bagian badan dan kaki. Kayu ini
termasuk jenis kayu yang bermutu dan sering
digunakan membuat perahu. Tidak ada makna
simbolis dengan pilihan atas kedua kayu itu.
Pengerjaan satu patung Sigale-gale dapat
memakan waktu satu tahun. Asal Mula Sigale-
gale Selesai pengerjaan patung Sigale-gale,
para pembuat atau pemesannya tidak boleh
menempatkan serta menyimpannya di dalam
rumah. Ada tempat khusus untuk menyimpan
patung Sigale-gale zaman dahulu. Namanya
disebut sopo balian, sebuah rumah-rumahan
di tengah sawah. Tersebutlah seorang raja
yang kaya bernama Tuan Rahat. Ia mempunyai
seorang anak laki-laki bernama Si Manggale.
Anaknya tersebut diharapkan segera
mendapat jodoh. Namun setiap perempuan
yang disukainya selalu tak mau
mendampinginya. Suatu ketika, sang raja turut
mengirim anaknya berperang dalam rangka
meluaskan wilayah kerajaan. Anak itu ternyata
mangkat pula di medan perang. Untuk
mengenang anaknya, sang raja memesan
sebuah patung dibuatkan mirip sang anak, dan
sehidup mungkin. Patung tersebut kemudian
dinamainya Sigale-gale. Namun sang raja
memesankan agar patung tersebut
ditempatkan saja agak jauh dari rumah, yakni
di sopo balian. Nanti, pada saat upacara
kematiannya, patung itu dapat dijemput untuk
menari di samping jenazahnya. Jadi
pertunjukan Sigale-gale dulunya diadakan
hanya kepada seorang raja yang kehilangan
keturunan. Tapi kemudian, kebiasaan raja itu
diperluas kepada setiap orang yang tidak
punya keturunan. Setiap orang yang sengaja
memesankan patung Sigale-gale untuk alasan
itu disebut dengan papurpur sapata
(menaburkan janji). Ketika kematian sudah tak
terelakkan, Sigale-gale dengan tariannya
menjadi semacam pengobat impian yang
pernah kandas bagi orang-orang yang tidak
mempunyai keturunan sampai pada upacara
kematiannya. Tapi ada versi lain tentang
cerita Sigale-gale. Konon, seorang dukun
bernama Datu Partaoar, ingin sekali
mempunyai anak laki-laki atau perempuan.
Suatu ketika dia menemukan sebuah patung
cantik di tengah hutan, persis seperti seorang
gadis yang tubuhnya terlilit kain dan
beranting-anting. Dia kemudian membawa
gadis itu setelah mengubahnya dari patung
menjadi manusia. Istrinya yang juga berharap-
harap selama ini untuk mempunyai keturunan
memberi nama gadis itu dengan nama Nai
Manggale. Dia menjadi gadis yang disenangi
penduduk karena kelembutannya. Suatu ketika
dia harus mendapatkan pendamping hidup.
Namun seperti ibunya, ia tidak dapat
melahirkan keturunan secara biologis. Dia pun
berkata kepada suaminya yang bernama Datu
Partiktik agar memesan pematung untuk
membuatkan sebuah patung yang bisa menari
di samping jenazahnya suatu ketika. Patung
tersebut dinamai Sigale-gale. Berdasarkan
versi itulah kiranya tarian Sigale-gale pernah
ditemukan dengan pasangan laki-laki dan
perempuan. Sigale-gale secara etimologis
dapat berarti “yang lemah gemulai”.
Demikianlah sebenarnya kesan melihat tarian
boneka Sigale-gale. Entah mungkin juga
mereka kembar. Yang laki-laki namanya si
Manggale dan perempuan bernama Nai
Manggale.

Dikutip dari Inside Sumatera.

Sejarah Panyabungan

Panyabungan pada
mulanya adalah satu desa yang dipimpin oleh
raja bernama Sibaroar. Panyabungan berasal
dari kata penyabungan, artinya tempat
menyabung atau tempat melaga. Orang orang
tua Mandailing mengatakan daerah
Panyabungan adalah daerah tempat
penyabungan ayam laga. Dari asal kata itulah
terkenalnya kata Panyabungan. Di masa
lampau, terjadilah perkawinan antara
keturunan raja Panyabungan dan keturunan
raja dari Huta Siantar, yang sekarang dikenal
dengan nama Kota Siantar. Di antara daerah
kota Siantar dan desa Panyabungan terdapat
sawah dan tanah yang luas. Lalu di zaman
penjajahan Belanda di tanah air Indonesia,
disaat itulah dibangun sebuah balairung atau
sebuah pasar tradisional oleh Belanda.
Tempatnya tepat di antara Huta Siantar dan
desa Panyabungan.
Antara kedua desa inilah berkembang sebuah
pasar yang akhirnya dikuasai pedagang China
pada zaman dulu. Keberadaan orang orang
China mulai terancam di Panyabungan setelah
keluarnya Kepres Presiden Soekarno yang
tidak memperbolehkan orang orang etnis
Tiong Hoa untuk tinggal di daerah kecamatan
dan juga tidak boleh membuat merk dagang
dengan tulisan abjad China. Ketidak senangan
penduduk pribumi pada zaman itu yakni
sekitar tahun 1967 membuat orang orang
Tionghoa meninggalkan Panyabungan. Pasar
Panyabungan yang terletak di antara desa
Panyabungan dan desa Huta Siantar kian
ramai, hingga akhirnya menjadi ibu kota
Mandailing Natal atau Madina yang sekarang.
Itulah sekilas riwayat ataupun sejarah tentang
kota Panyabungan. Kota yang didominasi oleh
penduduk bermarga Nasution, yang diyakini
banyak orang adalah satu keturunan dengan
marga Simanjuntak dari daerah Toba atau
Tapanuli Utara.
Kejadian yang cukup unik bila pendatang baru
tiba di kota Panyabungan, bila pendatang ini
datang dan ingin menaiki becak mesin atau
becak dayung. Jika pendatang mengatakan ia
mohon diantar ke Panyabungan, maka penarik
becak akan mengantarkan pemohon ini ke
sebuah desa Panyabungan yang lama. Yang
dilokasi itu masih bisa didapati bangunan
Bagas Godang atau rumah raja atau rumah
adat tempat tinggal raja Sibaroar yang
memimpin Panyabungan pada zaman dahulu.
Sekian riwayat singkat tentang Panyabungan.
Semoga berguna buat anda yang ingin
mengetahui.

Dikutip dari.

Dalihan Natolu sebagai system kekerabatan orang batak ternyata mempunyai nilai yang tidak kalah dengan system lain yang sangat populer saat ini, yaitu Demokrasi

. “Dalihan
Natolu” ini melambangkan sikap hidup orang
batak dalam bermasyarakat. Sistem
kekerabatan orang Batak menempatkan posisi
seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga
meninggal dalam 3 posisi yang disebut
DALIHAN NA TOLU (bahasa Toba) atau TOLU
SAHUNDULAN (bahasa Simalungun). Dalihan
dapat diterjemahkan sebagai “tungku” dan
“sahundulan” sebagai “posisi duduk”.
Keduanya mengandung arti yang sama, ‘3
POSISI PENTING’ dalam kekerabatan orang
Batak yang terdiri dari :
1. HULA HULA atau TONDONG, yaitu
kelompok orang orang yang posisinya “di
atas”, yaitu keluarga marga pihak istri.
Relasinya disebut SOMBA SOMBA
MARHULA HULA yang berarti harus
hormat kepada keluarga pihak istri.
“Hula-Hula” adalah Orang tua dari
wanita yang dinikahi oleh seorang pria,
namun hula-hula ini dapat diartikan
secara luas. Semua saudara dari pihak
wanita yang dinikahi oleh seorang pria
dapat disebut hula-hula. Marsomba tu
hula-hula artinya seorang pria harus
menghormati keluarga pihak istrinya.
Dasar utama dari filosofi ini adalah
bahwa dari fihak marga istri lah
seseorang memperoleh “berkat” yang
sangat didominasi oleh peran seorang
istri dalam keluarga. Berkat hagabeon
berupa garis keturunan, hamoraon
karena kemampuan dan kemauan istri
dalam mengelola keuangan bahkan tidak
jarang lebih ulet dari suaminya, dan
dalam hasangapon pun peran itu tidak
kurang pentingnya. Somba marhulal-hula
supaya dapat berkat.
2. BORU, yaitu kelompok orang orang yang
posisinya “di bawah”, yaitu saudara
perempuan kita dan pihak marga
suaminya, keluarga perempuan pihak
ayah. Boru adalah anak perempuan dari
suatu marga, misalnya boru Hombing
adalah anak perempuan dari marga
Sihombing. Prinsip hubungan nya adalah
ELEK MARBORU artinya harus dapat
merangkul boru/sabar dan tanggap.
Dalam kesehariannya, Boru bertugas
untuk mendukung/membantu bahkan
merupakan tangan kanan dari Hula-hula
dalam melakukan suatu kegiatan. Sangat
diingat oleh filosofi ELEK MARBORU,
bahwa kedudukan “di bawah” tidak
merupakan garis komando, tetapi harus
dengan merangkul mengambil hati dari
Boru - nya
3. DONGAN TUBU atau SANINA, yaitu
kelompok orang-orang yang posisinya
“sejajar”, yaitu: teman/saudara
semarga .Prinsip Hubungannya adalah
MANAT MARDONGAN TUBU, artinya
HATI-HATI menjaga persaudaraan agar
terhindar dari perseteruan.
Dalihan Na Tolu ini menjadi pedoman hidup
orang Batak dalam kehidupan
bermasyarakat.Dalihan Na Tolu bukanlah
kasta karena setiap orang Batak memiliki
ketiga posisi tersebut; ada saatnya menjadi
Hula hula/Tondong, ada saatnya menempati
posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya
menjadi BORU. Dengan Dalihan Na Tolu, adat
Batak tidak memandang posisi seseorang
berdasarkan pangkat, harta atau status
seseorang. Dalam sebuah acara adat, seorang
Gubernur harus siap bekerja mencuci piring
atau memasak untuk melayani keluarga pihak
istri yang kebetulan seorang Camat. Itulah
realitas kehidupan orang Batak yang
sesungguhnya. Lebih tepat dikatakan bahwa
Dalihan Na Tolu merupakan SISTEM
DEMOKRASI Orang Batak karena
sesungguhnya mengandung nilai nilai yang
universal.
Namun ada beberapa hal negatif dari budaya
batak yang harus kita tinggalkan, misalnya
budaya banyak bicara sedikit bekerja. Memang
orang batak terkenal pintar berbicara. Hal ini
terlihat dari banyaknya pengacara-pengacara
batak yang sukses. Akan tetapi kepintaran
berbicara ini sering disalahgunakan untuk
membolak-balikan fakta. Yang hitam bisa jadi
putih dan yang putih bisa jadi hitam ditangan
pengacara batak (walaupun tidak semua). Hal
lain yang negatif adalah budaya “HoTeL”.
HoTeL adalah singkatan dari: Hosom yang
artinya dendam. Konon orang batak suka
mendendam sesama saudara. Teal yang
artinya sombong, yang dapat terlihat dari cara
bicara, sikap hidup, dll. Late yang artinya Iri
Hati. Apakah HoTeL ini hanya ada pada orang
Batak saja? Kita sebagai generasi muda harus
dapat mempertahankan budaya yang positif
dan meninggalkan yang negatif.
dikutip dari berbagai sumber

Jumat, 29 Maret 2013

Tapanuli Nadeges: Banyak Hutan Singarimbun

Tapanuli Nadeges: Banyak Hutan Singarimbun

aswasw

Batak Toba Samosir

Batak Toba Samosir merupakan sub atau
bagian dari Batak Toba, meliputi Kabupaten
Samosir dan sebagian kecil Kabupaten Toba
Samosir yang sekarang yang wilayahnya
meliputi Pulau Samosir dan sekitarnya.
Samosir pada masa Kerajaan Batak
Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di
Bakara, Kerajaan Batak yang dalam
pemerintahan dinasti Sisingamangaraja
membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat)
wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:
1. Raja Maropat Silindung
2. Raja Maropat Samosir
3. Raja Maropat Humbang
4. Raja Maropat Toba
Daerah Batak Samosir masuk dalam wilayah
Raja Maropat Samsoir. Raja Maropat Samosir
meliputi wilayah Pulau Samosir sekarang dan
sekitarnya.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah
Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli
pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli
terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut
afdeling dan saat ini dikenal dengan
kabupaten atau kota, yaitu:
1. Afdeling Padang Sidempuan, yang
sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli
Selatan, Kabupaten Mandailing Natal,
Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten
Padang Lawas Utara, dan Kota Padang
Sidempuan.
2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias
Selatan.
3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden,
yang sekarang menjadi Kabupaten
Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang
menjadi Kabupaten Tapanuli Utara,
Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten
Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten
Pakpak Bharat.
Daerah Batak Samosir menjadi salah satu
bagian dari 5 (lima) onderafdeling pada
Afdeling Bataklanden, yaitu Onderafdeling
Samosir yang beribukota di Pangururan.
Onderafdeling Samosir dipimpin oleh seorang
Controleur van Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, bentuk
pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir
tak berubah. Namanya saja yang diubah yakni
memakai bahasa Jepang dan pada waktu itu,
bahasa Belanda dilarang oleh Jepang.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa awal kemerdekaan RI
Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik
Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli
menjadi sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand
Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli
yang pertama.
Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama.
Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama
Afdeling Bataklanden misalnya diubah
menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama
yang diangkat adalah Cornelius Sihombing
yang pernah menjabat sebagai Demang
Silindung. Nama onderafdeling pun diganti
menjadi urung dan para demang yang
memimpin onderafdeing diangkat menjadi
Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung
Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil
yang dulu adalah sebagai Assistent Demang.
Seiring dengan perjalanan sejarah,
pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah
dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:
1. Kabupaten Silindung
2. Kabupaten Samosir
3. Kabupaten Humbang
4. Kabupaten Toba
Batak Samosir masuk dalam wilayah
Kabupaten Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir ketika penyerahan kedaulatan
pada permulaan 1950
Ketika penyerahan kedaulatan pada
permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang
sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera
Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru,
yaitu:
1. Kabupaten Tapanuli Utara (sebelumnya
Kabupaten Tanah Batak)
2. Kabupaten Tapanuli Tengah (sebelumnya
Kabupaten Sibolga)
3. Kabupaten Tapanuli Selatan (sebelumnya
Kabupaten Padang Sidempuan)
4. Kabupaten Nias
Batak Samosir pun masuk dalam wilayah
Kabupaten Tapanuli Utara yang beribukota di
Tarutung.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa sekarang
Pada Desember 2008 ini, Keresidenan
Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera
Utara. Samosir saat ini masuk dalam wilayah
Kabupaten Samosir yang beribukota di
Pangururan.
Kabupaten Samosir adalah kabupaten yang
baru dimekarkan dari Kabupaten Toba Samosir
sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2003
pada tanggal 18 Desember 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Samosir dan
Kabupaten Serdang Bedagai. Terbentuknya
Samosir sebagai kabupaten baru merupakan
langkah awal untuk memulai percepatan
pembangunan menuju masyarakat yang lebih
sejahtera.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir dalam pembagian distrik pada
HKBP
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dibagi
dalam beberapa distrik yang dipimpin oleh
pendeta distrik (praeses). Pembagian distrik
tersebut ada sejak tahun 1911. Pada masa itu,
SamOsir telah menjadi salah satu distrik pada
HKBP yang disatukan dengan Toba, yakni
Distrik IV Toba Samosir.
Seiring perkembangan Distrik IV Toba Samosir,
Samosir pun dimekarkan menjadi distrik yang
terpisah dari Distrik IV Toba Samosir pada 25
November 1945, yaitu Distrik VII Samosir.
Distrik IV Toba Samosir pun berganti nama
menjadi Distrik IV Toba
Hingga Desember 2008 ini, rekapitulasi
ressort pada Distrik VII Samosir ada sebanyak
22 (dua puluh dua) gereja ressort dan 106
(seratus enam) gedung gereja HKBP. Distrik
VII Samosir meliputi Palipi, Nainggolan,
Ambarita, Harianboho, Onan Runggu,
Simanindo, Sianjurmulamula, Tomok, Lumban
Suhisuhi, Ronggurnihuta, Pusuk Buhit,
Pangururan, dan sekitarnya.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir serupa tapi tidak sama dengan
Toba
Kurang dapat diketahui sejak kapan Samosir
dinyatakan sebagai Batak Toba. Padahal Batak
Toba hanya meliputi wilayah Balige, Porsea,
Laguboti, Parsoburan, Silaen, Sigumpar,
Lumban Julu, Ajibata, Uluan, Pintu Pohan, dan
sekitarnya. Sedangkan Batak Samosir tidak
sama dengan Batak Toba. Samosir telah
menjadi wilayah yang berbeda dengan Toba
sejak zaman Kerajaan Batak hingga
pembagian distrik pada HKBP.
Bila diperhatikan secara saksama pada buku
JAMBAR HATA karangan oleh marga
Sihombing dan PUSTAHA BATAK Tarombo
dohot Turiturian ni bangso Batak oleh W.
M. Hutagalung sangat tampak jelas bahwa
Suku Batak Samosir biasanya dibedakan
dengan Suku Batak Toba.
Walaupun dinyatakan tidak sama, tetapi
berdasarkan sejarah budaya, adat-istiadat dan
bahasa, Suku Batak Samosir berasal dari
rumpun asal usul yang sama dengan Suku
Batak Toba. Hanya saja karena telah terpisah
sekian lama, maka terbentuklah suatu
komunitas berbeda yang sekarang disebut
Suku Batak Samosir.
BATAK SISAHUTA (Silindung_Samosir_
Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh
marga yang berbeda pula yang disatukan
dalam suku bangsa Batak.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Marga pada suku Batak Samosir
Marga atau nama keluarga adalah bagian
nama yang merupakan pertanda dari keluarga
mana ia berasal.
Orang Batak selalu memiliki nama marga/
keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari
garis keturunan ayah (patrilinear) yang
selanjutnya akan diteruskan kepada
keturunannya secara terus menerus.
Dikatakan sebagai marga pada suku bangsa
Batak Samosir ialah marga-marga pada suku
bangsa Batak yang berkampung halaman
(marbona pasogit) di daerah Samosir.
Samosir yang merupakan putera dari
Parhutala dan yang mempunyai 4 (empat)
orang putera dan menurunkan 5 (lima) marga,
yaitu: Gultom, Samosir Sidari, Harianja,
Pakpahan, dan Sitinjak, merupakan salah satu
cotoh marga pada suku bangsa Batak Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Kesimpulan
Batak Samosir adalah sub atau bagian dari
suku bangsa Batak yang wilayahnya meliputi
Pulau Samosir dan sekitarnya. Samosir
bukanlah Toba. Karena 4 (empat) sub atau
bagian suku bangsa Batak (Silindung_Samosir_
Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh
marga yang berbeda. Samosir yang merupakan
putera dari Parhutala dan yang mempunyai 4
(empat) orang putera dan menurunkan 5
(lima) marga, yaitu: Gultom, Samosir Sidari,
Harianja, Pakpahan, dan Sitinjak, merupakan
salah satu cotoh marga pada suku bangsa
Batak Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Catatan kaki (referensi dan sumber)
Laris Kaladius Sibagariang, seorang yang
dituakan dan kepala adat di Hutaraja
Sipoholon sebagai sumber lisan.
Ramlo R. Hutabarat, sebagai salah satu
sumber tertulis dalam opininya pada Harian
Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5
Januari 2007 yang berjudul Tapanuli, Dari
Suatu Masa Pada Suatu Ketika
D. J. Gultom Raja Marpodang, sebagai salah
satu sumber tertulis dalam bukunya yang
berjudul Dalihan Natolu Nilai Budaya
Suku Batak tentang Struktur Wilayah
Pemerintahan Harajaon Batak
W. M. Hutagalung, sebagai bahan
pertimbangan dalam bukunya yang bejudul
PUSTAHA BATAK Tarombo dohot
 Turiturian ni Bangso Batak
ALMANAK HKBP

Kisah Sejarah Tano Ponggol MelahirkanPulau Samosir

Kisah Sejarah Tano Ponggol Melahirkan
Pulau Samosir
Tano Ponggol tentu tidak asing lagi bagi kita,
khususnya masyarakat yang berasal dari
Kabupaten Samosir. Tano Ponggol dalam
bahasa asli lokal disebut Tano Magotap, yang
memisahkan Pulau Samosir dengan Pulau
Sumatera yang terletak sebelah Barat Pulau
Samosir, Kabupaten Samosir, Provinsi
Sumatera Utara.
Sebutan Tano Ponggol/ Tano Magotap
dilatarbelakangi sejarahnya. Konon sebelum
masa penjajahan Hindia Belanda Pulau
Samosir menyatu dengan Sumatera dan pada
masanya belum ada kata pulau tetapi hanya
Samosir.
Sekitar Tahun 1900-an, waktu itu Indonesia
masih dijajah Belanda termasuk Samosir, dan
pada saat itu yang berkuasa di Pemerintahan
Hindia Belanda adalah Ratu Willhelmina
(pengakuan orang tua dulu yang ikut kerja
paksa menggali Tano Ponggol).
Sekitar 1905 Pemerintah Hindia Belanda
memerintahkan kepada Tentara Belanda yang
ada di Sumatera Utara, untuk melakukan kerja
paksa menggali tanah sepanjang 1,5 km dari
ujung lokasi Tajur sampai dengan Sitanggang
Bau. Kerja paksa atau rodi (istilah lokal)
sangat menyedihkan. Bekerja dengan tanpa
gaji, dijaga ketat dan dengan ancaman senjata
api yang diarahkan ke para pekerja.
Kurang lebih 3 tahun rodi, Danau Toba sebelah
Utara dan sebelah Selatan akhirnya
tersambung dan tidak ada lagi daratan yang
menghubungkan Samosir dengan Sumatera.
Maka muncullah kata sebutan baru yaitu (1)
hasil kerja rodi disebut Tano Ponggol dan (2)
Samosir menjadi Pulau Samosir yang
dikelilingi Danau Toba, dihubungkan jembatan
dengan pulau Sumatera dinamakan Jembatan
Tano Ponggol.
Dalam sebuah tulisan di pusukbuhit.com,
dikatakan bahwa Tano Ponggol diresmikan
pada tahun 1913 oleh Kerajaan Belanda oleh
Ratu Willhelmina, dan Tano Ponggol disebut
Terusan Willhelmina. Demikian pengakuan
kakek dari penulis tulisan tersebut, yang ikut
dalam kerja rodi pada saat itu. Namun
demikian, kebenarannya masih perlu ditelusuri
lebih dalam lagi.
Sejak kemerdekaan hingga tahun 1980-an,
Tano Ponggol adalah tempat yang popular
sebagai tempat transit perdagangan hasil
bumi dari Samosir seperti bawang, kacang
(hasil utama saat itu) dengan tujuan kota
dagang kecil yaitu Haranggaol setiap hari
Senin dan Tigaras setiap hari Jumat, dengan
kendaraan danau (seperti kapal/solu-solu
penumpang Tomok – Ajibata sekarang). Lalu
lalangnya kapal melalui Tano Ponggol juga
dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk
berdagang Jagung Bakar.
Tidak dijelaskan apa yang menjadi
latarbelakang pengerjaan Tano Ponggol saat
itu. Namun mungkin, salah satu kemungkinan
yang dapat kita pikirkan, alasan penggalian
kanal Tano Ponggol akan mirip dengan alasan
 pembangunan terusan Suez atau terusan
Panama.
Dikutip dari gobatak.com

Lanjutan TOMAS Vs Tobing

Lanjutan TOMAS Vs Tobing
Category: Humor Batak
Ternyata si batak ini memang galak dan
beringas. Jotosan barangnyapun memang
aduhai. Ini mebuat perempuan Solo tadi
semakin ketagihan. Dengan logat Jawanya yang
medok si perempuan nagih ke Tomas..maleh
mas (lagi mas)...maleh mas. Apa?? geram si
Tomas. "Maleh mas.. maleh mas... maleh mas.."
ulang si perempuan tambah keenakan.. Tapi..
dasar si Tomas yang nggak pernah ngerti
bahasa Jawa malah menjawab dengan penuh
emosi.. Lemas..! Lemas.. kau bilang? Apa lemas-
lemas! Ini lihat ..(sambil menunjuk ke
barangnya).. Buka matamu.. Tidak kau lihat ini
tegak seperti monas???
Sent by: mhz-Pittsburgh

Indonesia Lebih Canggih

Indonesia Lebih Canggih
Category: Humor Batak
Seorang bapak dari pulau Samosir (Tapanuli
Utara), walau hanya seorang petani miskin
didesanya, berhasil menyeberangkan putranya
'Ucok' sehingga tamat dari satu perguruan
tinggi terkemuka di Jakarta. Setelah berhasil
meraih gelar insinyur Ucok bekerja di satu
perusahaan swasta di Jakarta.
Setahun kemudian atas sponsor perusahaan
Ucok mendapat tugas belajar di Negeri Sakura.
Sepulang dari Jepang, Ucok mengambil cuti
bermaksud menemui orangtuanya di kampung.
Si bapak sangat berbangga hati, Ucok putranya,
telah menjadi 'orang'. Oleh si bapak semua
keluarga dekat diundang untuk makan malam
bersama; ingin memperlihatkan rasa "besar
hatinya' pada semua sanak keluarga. Sambil
makan si bapak bertanya pada Ucok sekalian
ingin memberitau pada sanak keluarga atas
keberhasilannya menyekolahkan Ucok. Si bapak
bertanya dengan logat Bataknya yang khas.
Bpk. :"Ucok, selama ini kau sekolah dan
sekarang sudah menjadi insinyur dan telah pula
pergi ke negeri Zepaang, coba kau ceritakan
pada kami-kami ini apa-apa sazzaa yang kau
lihat di Zepang itu, biar kami tau..".
Ucok :"Ach bapak ini. Banyaklah yang ku liat..
Negeri Zepang itu mazzuu sekali pak, tidak
seperti negeri kita ini..".
Bpk. :"Mazzuu bagaimana Ucok, cobalah kau
ceritakan biar kami tau..".
Ucok :"Di Zeppang itu pak.. kapas kita masukkan
keluar kain, besi kita masukkan keluar mobil".
Bpk. : (karena Ucok tidak bercerita tentang
keberhasilannya agar si bapak merasa bangga
di depan mata orang ramai, dengan nada kesal
si bapak berucap): "Mazzam-mazzam saja kau
ini Ucok!, bukan itu yang aku maksudkan. Kalau
soal masuk-memasukkan itu, sudah lamanya
aku tau.. Kumasukkan ini (?-red) keluar kau...!."
Sent by: eKetawa

Batak, Jawa, Arab ,dan Amerika

Batak, Jawa, Arab ,dan Amerika
Category: Humor Batak
Seorang lelaki Batak sedang mengadakan
perjalanan dari Jakarta ke Hawaii dengan
menumpang pesawat terbang ...
Beberapa lelaki lain duduk sejajar dengannya,
yaitu lelaki Jawa asli, Arab dan Amerika.
Pada jam makan siang, Pramugari
menghidangkan makanan pada semua
penumpang. Setelah selesai makan lelaki Batak
ini memperhatikan lelaki lain yang duduk
sejajar dengannya.
Pertama sekali dia lihat si orang Amerika
mengeluarkan selembar uang 100 dollar
Amerika, membersihkan mulut dan tangannya
dengan uang itu... kemudian dibuang...
Si orang Batak terkejut... "Bahh... kok kau
buang uang 100 dollar mu itu???"
Dengan tenangnya si Amerika menjawab
(setelah diterjemahkan..) "Ah, tenang saja
Amerika kan kaya, masih banyak dollar!!"
Seterusnya dia lihat si orang Arab, selesai
makan mengeluarkan sebotol minyak wangi
yang (pasti) mahal... menyemprotkannya ke
tangan dan dada...dan dibuang...
Si orang Batak terkejut lagi...
"Bahh... kok kau buang minyak wangi mu itu?
Kan masih banyak isinya??"
Dengan tenang si Arab menjawab (juga setelah
diterjemahkan..)
"Ah, tenang saja, kan Arab kaya, masih banyak
minyak di sana!"...
Busyet, si orang Batak terkejut setengah mati.
Akhirnya dia ambil lelaki Jawa disebelahnya dia
lempar keluar pesawat. Kali ini lelaki Amerika
dan
Arab yang terkejut...
"Kenapa kamu lempar dia??"
Dengan tenang si orang Batak menjawab,
"Ah, tenang sazza lah, Indonesia kaya, masih
banyak orang Zawa di sana..."
Sent by: eKetawa

Sinaga

Sinaga
Category: Humor Batak
Di sebuah bus jurusan Medan yang berasal dari
Solo terdapat 2 orang yang berlainan suku,
yaitu orang Batak dan orang Jawa. Semasa
dalam perjalanan mereka berdua saling
membanggakan daerah mereka masing-masing.
Si Jawa membanggakan daerahnya seperti:
banyaknya candi di jawa tengah yang sangat
terkenal.
Begitupun si Medan yang membanggakan
Danau Toba yang insah dan sangat terkenal
pula. Tidak terasa bahwa bus yang mereka naiki
akhirnya tiba di terminal bus Medan,tetapi
mereka berdua masih saja berdebat. Akhirnya
dengan berat hati mereka turun dari bus.
Begitu menjajakkan kakinya ketanah si jawa
merasa kurang enak apabila mereka belum bisa
cocok akhirnya ia minta maaf dengan
keangkuhannya tadi dan si Medanpun tidak
keberatan. Si Medan berkata
"Ngomong-ngomong dari Solo sampai ke
Medan kita belum tahu nama masing-masing".
"Oh iya benar juga", kata si Jawa.
Dan merekapun berjabat tangan dan yang mulai
menyebutkan namanya yaitu si Medan dengan
agak keras si Medan menyebutkan namanya
"Sinaga".
Mendengar kata itu si Jawa merasa kaget dan
dalam hati Ia berkata 'Udah turun masih
sombong juga' maka Ia menyebutkan namanya
"Embahe Ulo (embahnya Ular)".
Ternyata si Jawa mengira nama sinaga adalah
dibuat-buat maka ia membalas dengan
mengatakan namanya embahnya ular agar
setaraf dengan nama "NAGA".
Sent by: Agus

Pertama Kali Lihat Lift

Pertama Kali Lihat Lift
Category: Humor Batak
Seorang Batak kampung menang undian untuk
bisa ke Jakarta dengan keluarganya. Sampai di
Jakarta mereka sekeluarga pergi belanja ke
Pondok Indah Mall. mereka terheran-heran
melihat segala sesuatu di sana.
Mereka kemudian berhenti di depan dua buah
pintu perak yg bisa buka-tutup sendiri. Si anak
kemudian bertanya kepada bapaknya dgn logat
Batak
"Pak benda apa ini ?"
Si bapak pun menjawab " Bah ! mana aku tau....
seumur hidupku aku tak
pernah melihat benda seperti ini !"
Dengan masih terheran-heran, mereka melihat
seorang wanita tua menekan sebuah tombol di
depan dua buah pintu perak itu, kemudian pintu
terbuka, & wanita tua itu masuk ke dalam
ruangan kecil didalam dua pintu perak itu.
Mereka melihat lampu-lampu dengan angka-
angka menyala-nyala mulai dari yg paling kiri ke
yg paling kanan dan kemudian balik lagi ke yang
paling kiri.
Kedua pintu perak itu kemudian terbuka, dan
keluarlah seorang wanita cantik dan sexy dari
sebuah ruangan di dalam kedua pintu itu.
Si bapak kemudian berbisik kepada anaknya,
"Cepat...Panggil kau punya mamak !"
Sent by: eKetawa

Paijo Situmorang

Paijo Situmorang
Category: Humor Batak
Selesai urusan diluar negeri, Paijo kembali ke
tanah air ...
Di pesawat Paijo kebetulan bersebelahan
dengan ceweq Indonesia "kebetulan
nich, ada temen ngobrol yg ngerti bahasa gue!",
kata Paijo dalam hati
Tapi setengah perjalanan ntu ceweq kerjaannya
baca buku melulu. bingung cari kata-kata, Paijo
membuka percakapan.
Pajio: "Baca terus mbak ... mau ujian ?"
Ceweq: "Bukan mas ... lagi penelitian ..."
Paijo: "Memang mbak mahasiswa apa ?"
Ceweq: "Psikologi Sex, biar bisa gantiin
dr.Boyke .. ha haa ..."
Paijo: "Kalo boleh tahu, penelitiannya tentang
apa mbak ?"
Ceweq: "bentuk alat vital berbagai suku daerah
di Indonesia"
Paijo: "waah .. gimana tuch hasil
penelitiannya ?"
Ceweq: "Menurut pengamatan sementara,
orang Bali bentuknya paling bagus"
Paijo: "Kenapa ?"
Ceweq: "yaa .. karena orang Bali khan pintar
ukir-ukiran"
("hmm .. masuk akal juga", kata Paijo dalam
hati)
Paijo: "Kalo yang besar ?"
Ceweq: "Yang besar itu orang-orang Batak !"
(waah .. Paijo semakin antusias saja)
Paijo: "hmm ... kalo yang panjang suku apa ?"
Ceweq: "Suku Sunda .. soalnya kebiasaan pake
sarung!"
Paijo: "ooh ... eh, ngomong-ngomong belum
kenalan kita ya ?!"
Ceweq: "o iya ... saya Rini ... mas namanya
siapa ?"
Paijo: "nama saya ... ANAK AGUNG CECEP
SITUMORANG !!!"
Sent by: Ardi

Dibilang Anjing

Dibilang Anjing
Category: Humor Batak
Suatu hari seorang satpam yang berasal dari
Medan sedang berjaga di depan pintu sebuah
gudang, tiba-tiba datang seseorang dan
langsung kencing di dekat pintu tersebut.
Melihat hal tersebut si Satpam langsung naik
pitam dan membentak orang tersebut, Satpam :
"Hei, anjing!!!" (dengan logat batak yang
kental) "siapa yang suruh kau kencing di situ."
Seseorang : "Apa kau bilang? kau bilang aku
anjing?"
Satpam : "Eh! untung kau kubilang anjing, kalau
kau kubilang tai, habislah kau dimakan anjing."
Seseorang : "?????"
Sent by: Toncesette

Suami Batak Istri Jawa

Suami Batak Istri Jawa
Category: Humor Batak
Tersebutlah Pasangan suami-istri. Sang suami
Batak, dan sang istri Jawa. Mereka sedang
dalam honeymoon setelah menikah sehari
sebelumnya...
(Baca dengan dialek Batak...)
Suami : "DEK...AYOLAAAH..!!"
istri : "Aduuh bang...aku lagi datang bulaan.."
Suami : "YA SUDAHLAH...PANT** KAO PUN
JADILAH!!"
iSTRI : "Aduh baang...aku lagi ambeien.."
Suami : (kesal) "SEMPAT KAO BILANG
SARIAWAN KUTAMPAR KAO!!!"
Sent by: D-G

Ginting Beli Dawet

Ginting Beli Dawet
Category: Humor Batak
Ginting, seorang mahasiswa baru asal Medan
yang baru pertama datang ke Yogya kebetulan
pingin sekali minum minuman khas daerah
tersebut yaitu DAWET alias cendol.
Ginting: "Mbak, beli cendol.."
Mbak: "Sampun telas" (=Sudah habis)
Ginting: "Iya memang harus pake gelas.."
Mbak: "Mboten wonten" (=tidak ada)
Ginting: "Iya memang saya suka pake santen.."
Mbak (sambil kesal): "Dasar sinting"
Ginting: "Kok tahu nama saya Ginting...??"
Mbak (makin kesal): "Dasar wong edan..!!"
Ginting: "Wah mbak betul lagi..saya memang
dari Medan"
Mbak: "Dasar wong ora duwe otak...!!!"
Ginting: "Memang benar saya asli Batak."
Mbak: "Dasar budeg" (=tuli)....!!!!
Ginting: "Selain cendol saya memang suka
gudeg."
Mbak: "Sampeyan kok kurang kerjaan."
Ginting: "Benar sekali mbak teman-teman saya
kurang kerjaan, mereka sukanya baca & kirim
email...!!!"
Sent by: e-ketawa

Ojo Kesusu (Jangan Tergesa-gesa)

Ojo Kesusu (Jangan Tergesa-gesa)
Category: Humor Batak
Alkisah ada sepasang suami istri yang baru
menikah. Sicewek berasal dari keluarga Jawa
sedangkan si cowok berasal dari keluarga
Sumatra alias orang Batak.
Pada malem pertama si cowok udah nggak
tahan lagi buat ngejalanin tugasnya sebagai
suami.
Sicowok : "Dek ... cepatlah sikit, aku udah nggak
tahan nih ..." (tentu dengan eksen bataknya)
Si cewek : "Sabar toh mas ojo kesusu-susu alon-
alon asal kelakon" (jawab si cewek yang nggak
mo kalah dengan eksen jawanya yang artinya
sabar mas, jangan terburu-buru pelan-pelan
asal selamat)
Si cowok yang nggak ngerti omongan sicewek &
mendengar kata-kata itu, kembali dengan eksen
bataknya dan dengan sedikit kesel ngomong si
cowok:
"Bah... kau ini gimana sih dek, aku kan belum
pegang apa-apa, boro-boro ke susu".
Si cewek : "?!?!?!?! bengong & bingung..."
Sent by: wonokairun

Berita Bayi Lahir Tanpa Tulang

Berita Bayi Lahir Tanpa Tulang
Category: Humor Batak
Bogor (29/2/2000): Seorang bayi telah lahir
tanpa tulang di rumah sakit Bogor.
Peristiwa yang mungkin cukup langka ini
sempat menarik perhatian media cetak lokal.
Tak ayal, para wartawan pemburu berita pun
segera mendatangi rumah sakit untuk
membuktikan kebenaran kabar tersebut. Di
ruang pasien, tampak telah berkumpul keluarga
serta sanak famili dari pasien.
Sebelumnya, pihak dokter yang dimintakan
pendapatnya, tidak bisa memberikan jawaban
yang memuaskan. Bahkan meminta para
wartawan untuk menanyakan langsung ke pihak
keluarga, kenapa sampai bayi tersebut lahir
tanpa tulang.
Para wartawan pun mencoba menanyakan
langsung ke pihak keluarga, apa kira-kira yang
penyebab kelainan tersebut.
Menurut penjelasan pihak keluarga, selama
mengandung tidak menunjukkan tanda-tanda
kelainan. Beratnya normal, makannya pun juga
tidak ada yang aneh-aneh. Hanya saja, sang ibu
tidak begitu suka dengan sayur bayam.
Ketika ditanyakan apa kira-kira yang menjadi
penyebab bayi tersebut sampai lahir tanpa
tulang. Sejenak, tampak semuanya terdiam
sampai akhirnya juru bicara keluarga maju
untuk mencoba menjelaskan. Itu pun setelah
bisik-bisik dulu dengan anggota keluarga
lainnya.
"Sebenarnya, hal ini adalah urusan intern
keluarga kami. Tapi karena anda
menanyakannya, maka yang bisa saya
sampaikan adalah Tulang dari bayi ini
semuanya sedang berkumpul di Medan karena
ada acara keluarga yang tidak bisa
ditinggalkan."
Bah, orang Batak rupanya....:)
Notes:
Tulang dalam bahasa dan panggilan orang
Batak artinya Oom atau Paman.
Sent by: Rita Noorarofah

Membeli Rokok Dunhill

Membeli Rokok Dunhill
Category: Humor Batak
Seorang pemuda Batak, dengan penuh percaya
diri, mendongakkan kepala dari jendela
mobilnya, hendak membeli sebungkus rokok
"Dunhill" dari pedagang di pinggir jalan.
"Hei, tolong dulu kasi sebungkus 'dunhil'..."
katanya dengan mantapnya.
"Mas," kata si pedagang rokok mengoreksi.
"Bilangnya bukan 'dunhil', tapi 'danhil'..."
Si pemuda Batak melotot lalu berkata, "Hah,
sudah bagus kubilang 'dunhil'. Kalau kubilang
'hildun'; mau apa kau?!"
Sent by: e-ketawa

Orang Batak Medan

Orang Batak Medan
Category: Humor Batak
Seorang supir truk berpelat nomor BB berhenti
di depan gerobak penjaja minuman, di sebuah
pasar di Solo.
"Kasih dulu cendolnya, Embak.."
"Mboten enten, Mas," jawab si pedagang
perempuan dengan lembutnya. Cendol sudah
tidak ada.
"Hah, nggak pakek santen pun tak 'papalah..."
kata si supir Batak lagi dengan sedikit
memaksa.
"Sampun telas, Maaas," jawab si pedagang
perempuan lagi dengan sabarnya. Cendol sudah
habis.
"Hah, nggak pakek gelas pun tak 'papalah..."
"Dasar wong edan," gerutu si pedagang sambil
kebingungan.
"Heh?! Koq tau pulak kau kalau aku orang
Medan?!"
Sent by: e-ketawa

Bawa Oleh-Oleh Mangga dari Toba ke Bandung

Bawa Oleh-Oleh Mangga dari Toba ke
Bandung
Category: Humor Batak
Satu waktu seorang Bapak yang baru datang
dari Toba mengunjungi anaknya yang sudah
lama merantau di Bandung. Setelah beberapa
hari tinggal di rumah anaknya dia pun
bermaksud mengunjungi familinya yang tidak
jauh tinggalnya dari tempat kost anaknya di
perkampungan yang padat dan harus melewati
gang-gang. Dia pun membeli 2 kg mangga
sebagai oleh-oleh.
Di perjalananan karena gangnya memang
sempit, setiap kali dia melewati orang-orang
yang sedang duduk depan rumahnya, si Bapak
mengatakan permisi dan disahut mangga. Si
Bapak merasa heran, kok mereka tahu ya saya
bawa mangga? Lalu diberikannya sebuah
mangga kepada orang tersebut, demikian
seterusnya setiap kali dia mengatakan permisi
dan disahut mangga, dia memberikan sebuah
mangga. Sampai akhirnya habislah mangga
yang dibelinya tersebut.
Sesampai di rumah kerabatnya, dia pun
menceritakan bahwa tadinya dia membawa
mangga untuk oleh-oleh, tetapi diperjalanan
habis diminta orang-orang. Dia pun
menceritakan apa yang dialaminya dan
kerabatnya itu pun tertawa terbahak-bahak...
Sent by: e-ketawa

Ahli Fisika Terkenal dari Batak

Ahli Fisika Terkenal dari Batak
Category: Humor Batak
Fisikawan terkenal dari Batak... "Sir Isaac
Nasution"
Sent by: e-ketawa

Pir atau Piro

Pir atau Piro
Category: Humor Batak
Ada seorang Mandailing (bukan Batak,
Mandailing adalah suku lain di daerah Selatan
Sumut) merantau ke Jakarta, karena tidak
berhasil mendapat kerja kantoran akhirnya si
Mandailing ini berwirasta alias berjualan apa
saja di pasar Manggarai, hari ini jualan sayur,
besok jualan barang bekas, pokoknya apa saja
yang memberikan untung.
Suatu hari si Mandailing ini berjualan pepaya,
tengah hari datang seorang pembeli, kebetulan
seorang Jawa pembantu rumah tangga yang
baru datang di Jakarta, bahasa Indonesia-nya
belum lancar. Sesuai instruksi majikan, si Jawa
mencoba merasakan apakah pepaya yang dijual
sudah masak atau belum. Dengan halus si
Mandailing memperingati : "zangan keras-keras
mas, supaya tidak penyok" (dengan logat
Mandailing tentunya yang mirip dengan logat
Batak). Setelah yakin bahwa pepaya yang mau
dibeli sudah matang, si Jawa bertanya: "piro
siji?", si Mandailing heran dan tidak mengerti
dan dia menjawab: "tidak keras mas ... lunak
kok, coba lagi" (pir -dari piro- dalam bahasa
Mandailing artinya keras).
"Ya ..... piro siji?", si Jawa bertanya lagi, mulai
keheranan.
"Tidak keras mas .... coba lagi", si Mandailing
menjelaskan lagi dengan nada mulai meninggi.
"Lha iya ...... piro?", si Jawa bertanya lagi,
tambah heran.
Misunderstanding terus berlanjut, si Mandailing
makin marah dan si Jawa makin heran. Akhirnya
si Mandailing bilang : "sudah kubilan lunak ...
keras (pir) kau bilang .... lihat ini .....", si
Mandailing menonjok pepayanya sampai
hancur.
"Dasar zawa .... sekarang kau mau apa?!",
tantang si Mandailing. Si Jawa kita terpaksa lari
terbirit-birit.
Sent by: e-ketawa

TAPANULI NADEGES BLOGNYA ORANG TAPANULI

Masyarakat Tapanuli juga bisa berperan dalam mengirimkan berita tentang tapanuli, baik itu budaya, adat istiadat, peristiwa alam, perjalanan, maupun karya seni seperti photo video, cerpen dll. dapat dikirimkan ke email: tapanulinadeges@gmail.com http://tapanulinadeges.blogspot.com/2013/11/mari-kirimkan-karyamu-ke-tapanuli.html

Tapanuli Tanah yang kaya dan masyarakatnya beradat
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh