Dalihan Na Tolu adalah filosofis atau
wawasan sosial-kulturan yang menyangkut
masyarakat dan budaya Batak.[1] Dalihan
Natolu menjadi kerangka yang meliputi
hubungan-hubungan kerabat darah dan
hubungan perkawinan yang mempertalikan
satu kelompok.[2] Dalam adat batak, Dalihan
Natolu ditentukan dengan adanya tiga
kedudukan fungsional sebagai suatu
konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang
menjadi dasar bersama. Ketiga tungku
tersebut adalah:
Pertama, Somba Marhulahula/semba/
hormat kepada keluarga pihak Istri.[3]
Kedua, Elek Marboru (sikap membujuk/
mengayomi wanita)[3]
Ketiga, Manat Mardongan Tubu (bersikap
hati-hati kepada teman semarga)[3]
Latar Belakang Pemakaian Istilah “Dalihan
Na Tolu”
Dalihan Na Tolu artinya tungku yang berkaki
tiga, bukan berkaki empat atau lima.[3]
Tungku yang berkaki tiga sangat
membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika
satu dari ketiga kaki tersebut rusak, maka
tungku tidak dapat digunakan. Kalau kaki lima,
jika satu kaki rusak masih dapat digunakan
dengan sedikit penyesuaian meletakkan
beban, begitu juga dengan tungku berkaki
empat.[3] Tetapi untuk tungku berkaki tiga, itu
tidak mungkin terjadi. Inilah yang dipilih
leluhur suku batak sebagai falsafah hidup
dalam tatanan kekerabatan antara sesama
yang bersaudara, dengan hulahula dan boru.
Perlu keseimbangan yang absolut dalam
tatanan hidup antara tiga unsur. Untuk
menjaga keseimbangan tersebut kita harus
menyadari bahwa semua orang akan pernah
menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan
pernah menjadi dongan tubu.
↑Kembali ke bagian sebelumnya
Dalihan Na Tolu
Dalihan Natolu menjadi kerangka yang
meliputi hubungan-hubungan kerabat darah
dan hubungan perkawinan yang
mempertalikan satu kelompok.[2] Dalam adat
batak, Dalihan Natolu ditentukan dengan
adanya tiga kedudukan fungsional sebagai
suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga
hal yang menjadi dasar bersama, ketiga hal
tersebut:
1. Somba Marhulahula: ada yang
menafsirkan pemahaman ini menjadi
“menyembah hul-hula, namun ini tidak
tepat. Memang benar kata Somba, yang
tekananya pada som berarti menyembah,
akan tetapi kata Somba di sini tekananya
ba yang adalah kata sifat dan berarti
hormat. Sehingga Somba marhula-hula
berarti hormat kepada Hula-hula.[1]
Hula-hula adalah kelompok marga istri,
mulai dari istri kita, kelompok marga ibu
(istri bapak), kelompok marga istri
opung, dan beberapa generasi; kelompok
marga istri anak, kelompok marga istri
cucu, kelompok marga istri saudara dan
seterusnya dari kelompok dongan tubu.
[3] Hula-hula ditengarai sebagai sumber
berkat. Hulahula sebagai sumber
hagabeon/keturunan. Keturunan
diperoleh dari seorang istri yang berasal
dari hulahula. Tanpa hulahula tidak ada
istri, tanpa istri tidak ada keturunan.[3]
2. Elek Marboru/lemah lembut tehadap
boru/ perempuan. Berarti rasa sayang
yang tidak disertai maksud tersembunyi
dan pamrih.[4] Boru adalah anak
perempuan kita, atau kelompok marga
yang mengambil istri dari anak kita(anak
perempuan kita). Sikap lemah lembut
terhadap boru perlu, karena dulu borulah
yang dapat diharapkan membantu
mengerjakan sawah di ladang.[3] tanpa
boru, mengadakan pesta suatu hal yang
tidak mungkin dilakukan.
3. Manat mardongan tubu/sabutuha, suatu
sikap berhati-hati terhadap sesama
marga untuk mencegah salah paham
dalam pelaksanaan acara adat. Hati–hati
dengan teman semarga. Kata orang tua-
tua “hau na jonok do na boi marsiogoson”
yang berarti kayu yang dekatlah yang
dapat bergesekan. Ini menggambarkan
bahwa begitu dekat dan seringnya
hubungan terjadi, hingga dimungkinkan
terjadi konflik, konflik kepentingan,
kedudukan, dan lain-lain.[3]
Inti ajaran Dalihan Natolu adalah kaidah
moral berisi ajaran saling menghormati
(masipasangapon) dengan dukungan kaidah
moral: saling menghargai dan menolong.[1]
Dalihan Natolu menjadi media yang memuat
azas hukum yang objektif.
↑Kembali ke bagian sebelumnya
Lembaga Adat Dalihan Na Tolu
Di Tapanuli telah diterbitkan Perda No. 10
tahun 1990 tentang Lembaga Adat Dalihan
Natolu, yaitu suatu lembaga adat yang
dibentuk Pemda Tingkat II, sebagai lembaga
musyawarah yang mengikutsertakan para
penatua adat yang benar-benar memahami,
menguasai dan menghayati adat istiadat di
lingkungannya. (Pasal 5 dan 8 Perda No. 10
Tahun 1990).[1]
Lembaga ini memiliki tugas untuk
melaksanakan berbagai usaha/kegiatan dalam
rangka menggali, memelihara, melestarikan
dan mengembangkan kebudayaan daerah
termasuk di dalamnya adat-istiadat dan
kesenian untuk tujuan pembangunan dan
sifatnya konsultatif terhadap pemerintah.
(Pasal 6 Perda No. 10 Tahun 1990).[5]
Lembaga DalihanNatolu adalah lembaga
permusyawaratan/pemufakatan adat Batak
yang dibentuk berdasarkan peranan adat
istiadat, kebudayaan, kesenian daerah, gotong
royong dan kekeluargaan.(Pasal 1 h Perda No.
10 Tahun 1990). Lembaga ini berkedudukan di
tempat Desa/Kelurahan/Kecamatandan tingkat
Kabupaten(Pasal 5 dan 7 Perda No. 10 Tahun
1990).[5]
Keanggotaan dan kepengurusan Lembaga
Adat Dalihan Natolu adalah para Penatua
Adat yang benar memahami, menguasai dan
menghayati adat istiadat.[rujukan?] Selain
itu, jelas bahwa anggota dan pengurus harus
setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945 dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
dikutip dari wikipedia
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Rabu, 21 Agustus 2013
Arti Dalihan Natolu bagi masyarakat Tapanuli
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TAPANULI NADEGES BLOGNYA ORANG TAPANULI
Masyarakat Tapanuli juga bisa berperan dalam mengirimkan berita tentang tapanuli, baik itu budaya, adat istiadat, peristiwa alam, perjalanan, maupun karya seni seperti photo video, cerpen dll. dapat dikirimkan ke email: tapanulinadeges@gmail.com http://tapanulinadeges.blogspot.com/2013/11/mari-kirimkan-karyamu-ke-tapanuli.html
Tapanuli Tanah yang kaya dan masyarakatnya beradat
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Tapanuli Tanah yang kaya dan masyarakatnya beradat
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar