Bismillahirrohmanirrohim

Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Jumat, 12 Juli 2013

SALIM, MAULA ABU HUDZAIFAH RADHIYALLAHU ‘ANHU ( Sebaik-baik Pemikul Al-Quran )


Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berpesan kepada para shahabatnya,
katanya: “Ambillah olehmu al-Quran itu dari
empat orang, yaitu: Abdullah bin Mas’ud,
Salim maula Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’ab
dan Mu’adz bin Jabal … !”
Dulu kita telah mengenal Ibnu Mas’ud, Ubai
dan Mu’adz!
Maka siapakah kiranya shahabat yang
keempat yang dijadikan Rasul shallallahu
‘alaihi wasallam sebagai andalan dan tempat
bertanya dalam mengajarkan al-Qur’an …?
Ia adalah Salim radhiyallahu ‘anhu, maula Abu
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu ….Pada mulanya
ia hanyalah seorang budak belian, dan
kemudian Islam memperbaiki kedudukannya,
hingga diambil sebagai anak angkat oleh salah
seorang pemimpin Islam terkemuka, yang
sebelum masuk Islam juga adalah seorang
bangsawan Quraisy dan salah seorang
pemimpinnya….
Dan tatkala Islam menghapus adat kebiasaan
memungut anak angkat, Salim radhiyallahu
‘anhu-pun menjadi saudara, teman sejawat
serta maula (= hamba yang telah
dimerdekakan) bagi orang yang memungutnya
sebagai anak tadi, yaitu shahabat yang mulia
bernama Abu Hudzaifah bin ‘Utbah
radhiyallahu ‘anhu. Dan berkat karunia dan
ni’mat dari Allah Ta’ala, Salim radhiyallahu
‘anhu mencapai kedud;kan tinggi dan
terhormat di kalangan Muslimin, yang
dipersiapkan baginya oleh keutamaan
jiwanya,serta perangai dan ketaqwaannya ….
Shahabat Rasul yang mulia ini disebut “Salim
radhiyallahu ‘anhu maula Abu Hudzaifah
radhiyallahu ‘anhu”, ialah karena dulunya ia
seorang budak belian dan kemudian
dibebaskan! Dan ia beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya tanpa menunggu lama …, dan
mengambil tempatnya di antara orang-orang
Islam angkatan pertama.
Mengenai Hudzaifah bin ‘Utbah radhiyallahu
‘anhu, ia adalah salah seorang yang juga lebih
awal dan bersegera masuk Islam dengan
meninggalkan bapaknya ‘Utbah bin Rabi’ah
menelan amarah dan kekecewaan yang
mengeruhkan ketenangan hidupnya,
disebabkan keislaman puteranya itu.
Hudzaifah adalah seorang yang terpandang di
kalangan kaumnya, sementara bapaknya
mempersiapkannya untuk menjadi pemimpin
Quraisy ….
Bapak dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu inilah
yang setelah terang-terangan masuk Islam
mengambil Salim radhiyallahu ‘anhu sebagai
anak angkat, yakni setelah ia dibebaskannya,
hingga mulai saat itu ia dipanggilnya “Salim
bin Abi Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu” Dan
kedua orang itu pun beribadah kepada Allah
dengan hati yang tunduk dan terpusat, serta
menahan penganiayaan Quraisy dan tipu
muslihat mereka dengan hati yang shabar
tiada terkira ….
Pada suatu hari turunlah ayat yang
membathalkan kebiasaan mengambil anak
angkat. Dan setiap anak angkat pun kembali
menyandang nama bapaknya yang
sesungguhnya, yakni yang telah menyebabkan
lahirnya dan mengasuhnya. Umpamanya Zaid
bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu yang diambil
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai
anak angkat dan dikenal oleh Kaum Muslimin
sebagai Zaid bin Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, kembali menyandang nama
bapaknya Haritsah, hingga namanya menjadi
Zaid bin Haritsah. Tetapi Salim radhiyallahu
‘anhu tidak dikenal siapa bapaknya, maka ia
menghubungkan diri kepada orang yang telah
membebaskannya hingga dipanggilkan Salim
maula Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhuma ….
Mungkin ketika menghapus kebiasaan
memungut memberi nama anak angkat
dengan nama orang yang mengangkatnya,
Islam hanya hendak mengatakan kepada
Kaum muslimin: “Janganlah kalian mencari
hubungan kekeluargaan dan silaturrahmi
dengan orang-orang diluar Islam sehingga
‘persaudaraan kalian lebih kuat dengan
sesama Islam sendiri dan se-’aqidah yang
menjadikan kalian beusaudara … !
Hal ini telah difa hami sebaik-baiknya oleh
Kaum Muslimin angkatan pertama. Tak ada
suatu pun yang lebih mereka cintai setelah
Allah dan Rasul-Nya, dari saudara-saudara
mereka se-Tuhan Allah dan se-Agama Islam!
Dan telah kita saksikan bagaimana orang-
orang Anshar itu menyambut saudara-saudara
mereka orang Muhajirin, hingga mereka
membagi tempat kediaman dan segala yang
mereka miliki kepada Muhajirin … !
Dan inilah yang kita saksikan terjadi antara
Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu bangsawan
Quraisy dengan Salim radhiyallahu ‘anhu yang
berasal dari budak belian yang tidak diketahui
siapa bapaknya itu. Sampai akhir hayat
mereka, kedua orang itu lebih dari bersaudara
kandung, ketika menemui ajal, mereka
meninggal bersama-sama, nyawa melayang
bersama nyawa, dan tubuh yang satu
terbaring di samping tubuh yang lain… !
Itulah dia keistimewaan luar biasa dari Islam,
bahkan itulah salah satu kebesaran dan
keutamaannya… !
Salim radhiyallahu ‘anhu telah beriman
sebenar-benar iman, dan menempuh jalan
menuju Ilahi bersama-sama orang-orang yang
taqwa dan budiman. Baik bangsa maupun
kedudukannya dalam masyarakat tidak
menjadi persoalan lagi. Karena berkat
ketaqwaan dan keikhlasannya, ia telah
meningkat ke taraf yang tinggi dalam
kehidupan masyarakat baru yang sengaja
hendak dibangkitkan dan ditegakkan oleh
Agama Islam berdasarkan prinsip baru yang
adil dan luhur.
Prinsip itu tersimpul dalam ayat mulia berikut
ini: -
“Sesungguhnya orang yang termulia di
antara kalian di sisi Allah ialah yang
paling taqwa … !” (Q.S. 49 al-Hujurat: 13)
Dan menurut Hadits: “Tiada kelebihan bagi
seorang bangsa Arab atas selain bangsa
Arab kecuali taqwa, dan tidak ada
kelebihan bagi seorang keturunan kulit
putih atas seorang keturunan kulit hitam
kecuali taqwa “.
Pada masyarakat baru yang maju ini, Abu
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu merasa dirinya
terhormat, bila menjadi wali dari seseorang
yang dulunya menjadi budak beliannya.
Bahkan dianggapnya suatu kemuliaan bagi
keluarganya, mengawinkan Salim radhiyallahu
‘anhu dengan kemenakannya Fatimah binti
Walid bin ‘Utbah …. !
Dan pada masyarakat baru yang maju ini, yang
telah menghancurkan kefeodalan dan
kehidupan berkasta-kasta, serta menghapus
rasialisme dan diskriminasi, maka dengan
kebenaran dan kejujurannya, keimanan dan
amal baktinya, Salim radhiyallahu ‘anhu
menempatkan dirinya selalu dalam barisan
pertama.
Benar …, ialah yang menjadi imam bagi orang-
orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah
setiap shalat mereka di mesjid Quba’. Dan ia
menjadi andalan tempat bertanya tentang
Kitabullah ( al-Qur’an ), hingga Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh Kaum
Muslimin belajar daripadanya. Ia banyak
berbuat kebaikan dan memiliki keunggulan
yang menyebabkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “Segala
puji bagi Allah yang menjadikan dalam
golonganku, seseorang seperti kamu … !”
Bahkan kawan-kawannya sesama orang
beriman menyebutnya: “Salim radhiyallahu
‘anhu salah seorang dari Kaum Shalihin”
Riwayat hidup Salim radhiyallahu ‘anhu seperti
riwayat hidup Bilal radhiyallahu ‘anhu, riwayat
hidup sepuluh shahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ahli ibadah dan riwayat hidup
para shahabat lainnya yang sebelum
memasuki Islam hidup sebagai budak belian
yang hina dina lagi papa. Diangkat oleh Islam
dengan mendapat kesempurnaan petunjuk,
sehingga ia menjadi penuntun ummat ke jalan
yang benar, menjadi tokoh penentang
kedhaliman, ia juga adalah kesatria di medan
laga.
Pada Salim radhiyallahu ‘anhu terhimpun
keutamaan-keutamaan yang terdapat dalam
Agama Islam. Keutamaan-keutamaan itu
berkumpul pada diri dan sekitarnya,
sementara keimanannya yang mendalam
mengatur semua itu menjadi suatu susunan
yang amat indah.
Kelebihannya yang paling menonjol ialah
mengemukakan apa yang dianggapnya benar
secara terus terang. Ia tidak menutup mulut
terhadap suatu kalimat yang seharusnya
diucapkannya, dan ia tak hendak mengkhianati
hidupnya dengan berdiam diri terhadap
kesalahan yang menekan jiwanya … !
Setelah kota Mekah dibebaskan oleh Kaum
Muslimin, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengirimkan beberapa rombongan
ke kampung-kampung dan suku-suku Arab
sekeliling Mekah, dan menyampaikan kepada
penduduknya bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sengaja mengirim mereka itu
untuk berda’wah bukan untuk berperang. Dan
sebagai pemimpin dari salah satu pasukan
ialah Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu.
Ketika Khalid radhiyallahu ‘anhu sampai di
tempat yang dituju, terjadilah suatu peristiwa
yang menyebabkannya terpaksa mengunakan
senjata dan menumpahkan darah. Sewaktu
peristiwa ini sampai kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau memohon ampun
kepada Tuhannya amat lama sekali sambil
katanya: “Ya Allah, aku berlepas diri kepada-
Mu dari apa yang dilakukan oleh Khalid … !”
Juga peristiwa tersebut tak dapat dilupakan
oleh Umar radhiyallahu ‘anhu, ia pun
mengambil perhatian khusus terhadap pribadi
Khalid katanya: “Sesungguhnya pedang Khalid
terlalu tajam … !”
Dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Khalid
radhiyallahu ‘anhu ini ikut Salim radhiyallahu
‘anhu maula Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu
serta shahabat-shahabat lainnya Dan demi
melihat perbuatan Khalid tadi, Salim
radhiyallahu ‘anhu menegurnya dengan sengit
dan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang
telah dilakukannya. Sementara Khalid,
pahlawan besar di masa jahiliyah dan di
zaman Islam itu, mula-mula diam dan
mendengarkan apa yang dikemukakan
temannya itu kemudian membela dirinya,
akhirnya meningkat menjadi perdebatan yang
sengit. Tetapi Salim radhiyallahu ‘anhu tetap
berpegang pada pendiriannya dan
mengemukakannya tanpa takut-takut atau
bermanis mulut.
Ketika itu ia memandang Khalid bukan sebagai
salah seorang bangsawan Mekah, dan ia pun
tidak merendah diri karena dahulu ia seora~g
budak belian, tidak … ! Karena Islam telah
menyamakan mereka! Begitu pula ia tidaklah
memandangnya sebagai seorang panglima
yang kesalahan-kesalahannya harus dibiarkan
begitu saja …,tetapi ia memandang Khalid
sebagai serikat dan sekutunya dalam
kewajiban dan tanggung jawab … !
Serta ia menentang dan menyalahkan Khalid
itu bukanlah karena ambisi atau suatu maksud
tertentu, ia hanya melaksanakan nasihat yang
diakui haqnya dalam Islam, dan yang telah
lama didengarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bahwa nasihat itu merupakan teras
dan tiang tengah Agama, sabdanya: Agama
itu ialah nasihat … ! “Agama itu ialah
nasihat … ! “Agama itu ialah nasihat … !
Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mendengar perbuatan Khalid bin
Walid, beliau bertanya, katanya: “Adakah yang
menyanggahnya … ?
Alangkah agungnya pertanyaan itu, dan
alangkah mengharukan… ! Dan amarahnya
shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi surut,
ketika mereka mengatakan pada beliau: “Ada,
Salim radhiyallahu ‘anhu menegur dan
menyanggahnya … !’:
Salim radhiyallahu ‘anhu hidup mendampingi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
orang-orang beriman. Tidak pernah
ketinggalan dalam suatu peperangan
mempertahankan Agama, dan tak kehilangan
gairah dalam suatu ibadah. Sementara
persaudaraannya dengan Abu Hudzaifah
radhiyallahu ‘anhu, makin hari makin
bertambah erat dan kukuh jua! Saat itu
berpulanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam ke rahmatullah. Dan khilafat Abu
Bakar radhiyallahu ‘anhu menghadapi
persekongkolan jahat dari orang-orang
murtad. Dan tibalah saatnya pertempuran
Yamamah ! Suatu peperangan sengit, yang
merupakan ujian terberat bagi Islam… !
Maka berangkatlah Kaum Muslimin untuk
berjuang. Tidak ketinggalan Salim radhiyallahu
‘anhu bersama Abu Hudzaifah radhiyallahu
‘anhu radhiyallahu ‘anhu saudara seagama.
Di awal peperangan, Kaum Muslimin tidak
bermaksud hendak menyerang. Tetapi setiap
Mu’min telah merasa bahwa peperangan ini
adalah peperangan yang menentukan,
sehingga segala akibatnya menjadi tanggung
jawab bersama!
Mereka dikumpulkan sekali lagi oleh Khalid bin
Walid radhiyallahu ‘anhu, yang kembali
menyusun barisan dengan cara dan strategi
yang mengagumkan. Kedua saudara, Abu
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu dan Salim
radhiyallahu ‘anhu berpelukan dan sama
berjanji siap mati syahid demi Agama yang
haq, yang akan mengantarkan mereka kepada
keberuntungan dunia dan akhirat. Lalu kedua
saudara itu pun menerjunkan diri ke dalam
kancah yang sedang bergejolak … !
Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berseru
meneriakkan: “Hai pengikut-pengikut al-
Quran… ! Hiasilah al-Quran dengan amal-amal
kalian … !” Dan bagai angin puyuh, pedangnya
berkelibatan dan menghunjamkan tusukan-
tusukan kepada anak buah Musailamah…,
sementara Salim radhiyallahu ‘anhu berseru
pula, katanya: – “Amat buruk nasibku sebagai
pemikul tanggung jawab al-Quran, apabila
benteng Kaum Muslimin bobol karena
kelalaianku… !”
“Tidak mungkin demikian, wahai Salim
radhiyallahu ‘anhu… ! Bahkan engkau adalah
sebaik-baik pemikul al-Quran … !”ujar Abu
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu. Pedangnya
bagai menari-nari menebas dan menusuk
pundak orang-ouang murtad, yang bangkit
berontak hendak mengembalikan jahiliyah
Quraisy dan memadamkan cahaya Islam ….
Tiba-tiba salah sebuah pedang orang-orang
murtad itu menebas tangannya hingga putus
…, tangan yang dipergunakannya untuk
memanggul panji Muhajirin, setelah gugur
pemanggulnya yang pertama, ialah Zaid bin
Khatthab radhiyallahu ‘anhu. Tatkala tangan
kanannya itu buntung dan panji itu jatuh
segeralah dipungutnya dengan tangan kirinya
lalu terus-menerus diacungkannya tinggi-
tinggi sambil mengumandangkan ayat al-
Quran berikut ini:
Dan berapa banyak nabi yang berperang
bersama-sama mereka sejumlah besar dari
pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka
tidak menjadi lemah karena bencana yang
menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak
lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada
musuh). Allah menyukai orang-orang yang
sabar. (QS. 3:146)
Wahai, suatu semboyan yang maha agung… !
Yakni semboyan yang dipilih Salim
radhiyallahu ‘anhu saat menghadapi ajalnya
… !
Sekelompok orang-orang murtad mengepung
dan menyerbunya, hingga pahlawan itu pun
rubuhlah …. Tetapi ruhnya belum juga keluar
dari tubuhnya yang suci, sampai pertempuran
itu berakhir dengan terbunuhnya Musailamah
si Pembohong dan menyerah kalahnya tentara
murtad serta menangnya tentara Muslimin ….
Dan ketika Kaum Muslimin mencari-cari korban
dan syuhada mereka, mereka temukan Salim
radhiyallahu ‘anhu dalam sekarat maut.
Sempat pula ia bertanya pada mereka:
“Bagaimana nasib Abu Hudzaifah radhiyallahu
‘anhu … ?”
“Ia telah menemui syahidnya”, ujar mereka.
“Baringkan daku di sampingnya…. “, katanya
pula.
“lni dia di sampingmu, wahai Salim
radhiyallahu ‘anhu … ! Ia telah menemui
syahidnya di tempat ini … !”
Mendengar jawaban itu tampaklah senyumnya
yang akhir …. Dan setelah itu ia tidak
berbicara lagi ….
Ia telah menemukan bersama saudaranya apa
yang mereka dambakan selama ini……
Mereka masuk Islam secara bersama. Hidup
secara bersama …. Dan kemudian mati syahid
secara bersama pula… !
Persamaan nasib yang amat….yang amat
indah … ! Maka pergilah menemui Tuhannya
…, seorang tokoh Mu’min meninggalkan nama,
dan mengenai dirinya sewaktu telah tiada lagi,
Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu pernah
berkata:
“Seandainya Salim radhiyallahu ‘anhu masih
hidup, pastilah ia menjadi penggantiku
nanti… !”
Mengharukan, dan suatu takdir.

Dikutip dari sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAPANULI NADEGES BLOGNYA ORANG TAPANULI

Masyarakat Tapanuli juga bisa berperan dalam mengirimkan berita tentang tapanuli, baik itu budaya, adat istiadat, peristiwa alam, perjalanan, maupun karya seni seperti photo video, cerpen dll. dapat dikirimkan ke email: tapanulinadeges@gmail.com http://tapanulinadeges.blogspot.com/2013/11/mari-kirimkan-karyamu-ke-tapanuli.html

Tapanuli Tanah yang kaya dan masyarakatnya beradat
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh