Aksara Batak dan Sejarahnya
Surat Batak sering diklasifikasikan sebagai sebuah
silabogram, namum ini jelas keliru karena aksara Batak – sebagaimana juga
aksara-aksara lainnya di Nusantara – merupakan bagian dari rumpun tulisan
Brahmi (India) yang lebih tepat dapat diklasifikasikan sebagai abugida (paduan
antara silabogram dan abjad). Sebuah abugida terdiri dari aksara yang
melambangkan sebuah konsonan sementara vokal dipasang pada aksara sebagai
diakritik. Abugida adalah jenis tulisan yang bersifat fonetis dalam arti bahwa
setiap bunyi bahasanya dapat dilambangkan secara akurat.
Asal Usul Aksara Batak
Paleografi adalah ilmu tentang tulisan-tulisan kuno. Di
banyak masyarakat yang mengenal tulisan terdapat naskah-naskah kuno yang
umurnya dapat mencapai ratusan atau bahkan ribuan tahun. Aksara yang terdapat
pada naskah-naskah kuno pada umumnya berbeda dengan aksara yang terdapat dalam
naskah yang lebih baru. Dengan cara memperbandingkan aksara-akasara yang
terdapat dalam naskah-naskah lama, kita dapat menyusun semacam silsilah aksara.
Sebagian besar sistem tulisan yang ada di Afrika, Eropa, dan
Asia berasal dari satu sumber, yakni aksara Semit Kuno yang menjadi nenek
moyang tulisan-tulisan Asia (Arab, Ibrani dan India) maupun Eropa (Latin, Yunani
dsb.)
Aksara Batak termasuk keluarga tulisan India. Aksara India
yang tertua adalah aksara Brahmi yang menurunkan dua kelompok tulisan yakni
India Utara dan India Selatan. Aksara Nagari dan Palawa masing-masing berasal
dari kelompok utara dan selatan dan kedua-duanya pernah dipakai di berbagai
tempat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Casparis 1975). Yang paling
berpengaruh adalah aksara Palawa. Semua tulisan asli Indonesia berinduk pada
aksara tersebut.
Pada Gambar berikut dapat dilihat di mana secara garis besar
tempatnya aksara Batak dalam silsilah tulisan sedunia.
Silsilah Aksara
Surat Batak terdiri atas dua perangkat huruf yang
masing-masing disebut ina ni surat dan anak ni surat. Sistem tulisan yang
demikian juga dipakai oleh semua abjad India dan abjad-abjad turunannya. Dan
memang aksara Batak dan demikian juga semua aksara Nusantara lainnya yang
berinduk pada aksara India).[1] Namun demikian, kerabat surat Batak yang
paling dekat adalah aksara-aksara Nusantara, dan khususnya yang di Sumatra.
Tulisan Nusantara asli dapat dibagi atas lima kelompok:
1. Aksara Hanacaraka (Jawa, Sunda, Bali)
Ketiga aksara ini sangat mirip sekali dan disebut Hanacaraka
menurut lima aksara yang pertama. Menurut De Casparis, ketiga tulisan tersebut
berasal dari aksara Jawa Kuno (Kawi), sementara aksara Kawi secara langsung
berasal dari aksara Palawa (Casparis 1975).
2. Surat Ulu (Kerinci, Rejang, Lampung, Lembak, Pasemah, dan
Serawai)
Surat Ulu, yang kadang-kadang juga dinamakan aksara
Ka-Ga-Nga menurut bunyi ketiga aksara
pertama, sangat mirip satu sama lain dan dipakai di dalam daerah yang sangat
luas yang mencakup empat propinsi yakni Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, dan
Lampung. Aksara Kerinci (surat incung) digunakan di Kabupaten Kerinci, propinsi
Jambi, di sekitar kota Sungaipenuh. Dataran tinggi di pegunungan Bukit Barisan
ini berbatasan dengan propinsi Sumatra Barat dan propinsi Bengkulu.
Aksara yang ada di kabupaten Rejang-Lebong, Propinsi
Bengkulu, juga dikenal sebagai aksara Rencong. Masih di kabupaten Bengkulu dan
di perbatasan Bengkulu-Sumatra Selatan terdapat beberapa suku bangsa yang
memiliki aksara yang hampir sama dengan aksara Rejang-Lebong, yakni aksara
Lembak, Pasemah, dan Serawai. Aksara Lampung berbeda sedikit dari Surat Ulu,
tetapi masih banyak memiliki persamaan.
3. Surat Batak (Angkola-Mandailing, Toba, Simalungun,
Pakpak-Dairi, Karo)
4. Aksara Sulawesi (Bugis, Makasar, dan Bima)
Di Sulawesi terdapat dua aksara yang berbeda. Yang pertama
adalah aksara Makasar Kuno. Naskah yang ditulis dengan menggunakan aksara
tersebut sangat sedikit jumlahnya karena sejak abad ke-19 tidak dipakai lagi.
Aksara kedua adalah aksara Bugis yang kemudian juga digunakan oleh orang
Makasar menggantikan aksara Makasar Kuno. Pada hakikatnya aksara Bugis-Makasar
tersebut persis sama, perbedaannya hanya ada pada jumlah huruf karena Bugis
mempunyai empat aksara tambahan. Aksara Bugis-Makasar pernah juga digunakan di
Bima dan Ende (bekas daerah taklukan Makasar), namun naskah dari kedua daerah
tersebut sangat langka sekali. Sama dengan di Sumatra, orang Bugis pun
menamakan aksaranya surat: Surat Bugis.
5. Aksara Filipina (Bisaya, Tagalog, Tagbanwa, Mangyan)
Seperti juga halnya dengan ketiga kelompok di atas, aksara
Filipina juga merupakan suatu kelompok yang mempunyai beberapa sistem tulisan
yang satu sama lainnya banyak menunjukkan persamaan.
Keempat aksara adalah Sulat Bisaya, Sulat Tagalog, Surat
Tagbanwa, dan Surat Mangyan.
Naskah yang paling lama pada umumnya ditulis pada bahan yang dapat bertahan lama seperti di batu atau di lempengan logam. Batu bertulis yang paling tua di Indonesia adalah prasasti Raja Mulavarman yang ditemukan di Kutai, Kalimantan Barat yang ditulis pada tahun 322 Saka (tahun 400 Masehi). Hampir sama tua (450 M) adalah prasasti Raja Purnavarman yang ditemukan di Ci Aruten, Jawa Barat. Kedua prasasti tersebut beraksara Palawa, dan berbahasa Sanskerta. Prasasti-prasasti Sriwijaya dari abad ke-7 juga masih menggunakan aksara Palawa, tetapi bahasanya lain, yakni bahasa Melayu Kuno. Lambat-laun aksara Palawa tersebut berubah bentuknya sehingga pada abad kedelapan menurunkan aksara Kawi (baik di Sumatra maupun di Jawa). Aksara Kawi tersebut masih relatif mirip dengan aksara induknya, tetapi di sepanjang abad aksara itu berkembang lagi dan bentuk hurufnya berubah. Sebagai akibat perkembangan tersebut, pada abad ke-14 terbentuk beberapa aksara serumpun, termasuk Sumatra (prasasti Adityawarman) dan Jawa (prasasti Majapahit) yang sudah sangat berbeda dari aksara Palawa. Sedangkan aksara Jawa hanacaraka (abad kedelapan belas hingga kini) juga jauh berbeda dengan aksara Kawi di zaman Majapahit. Bila kita perhatikan perubahan-perubahan yang terjadi di sepanjang abad menjadi jelas bahwa perubahan itu tidak terjadi secara mendadak melainkan secara berkesinambungan. Sebagai contoh, mari kita simak sejarah perkembangan huruf Na.
Dikutip dari wikipedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar