Surat Batak
Surat Batak adalah nama aksara yang digunakan untuk
menuliskan bahasa Batak. Surat Batak masih berkerabat dengan aksara Nusantara
lainnya. Aksara ini memiliki beberapa varian bentuk, tergantung bahasa dan
wilayah. Secara garis besar, ada lima varian surat Batak di Sumatra, yaitu
Karo, Toba, Dairi, Simalungun, dan Mandailing. Aksara ini wajib diketahui oleh
para datu, yaitu orang yang dihormati oleh masyarakat Batak karena menguasai
ilmu sihir, ramal, dan penanggalan. Kini, aksara ini masih dapat ditemui dalam
berbagai pustaha, yaitu kitab tradisional masyarakat Batak.
Ciri khas
Surat Batak adalah sebuah jenis aksara yang disebut abugida,
jadi merupakan sebuah perpaduan antara alfabet dan aksara suku kata. Setiap
karakter telah mengandung sekaligus konsonan dan vokal dasar. Vokal dasar ini
adalah bunyi [a]. Namun dengan tanda diakritis atau apa yang disebut anak ni
surat dalam bahasa Batak, maka vokal ini bisa diubah-ubah.
Huruf vokal dan konsonan dalam aksara Batak diurut menurut
tradisi mereka sendiri, yaitu: a, ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma,
ta, sa, ya, nga, la, nya, ca, nda, mba, i, u. Aksara Batak biasanya ditulis
pada bambu/kayu.[1] Penulisan dimulai dari atas ke bawah, dan baris dilanjutkan
dari kiri ke kanan. (Sumber: Kozok, Uli. 2009. Surat Batak: Sejarah
Perkembangan Tulisan Batak, Berikut Pedoman Menulis Aksara Batak dan Cap Si
Singamangaraja XII. Jakarta: École française d'Extrême-Orient, Kepustakaan Populer
Gramedia.
Jenis aksara dan penyebaran
Setiap bahasa Batak memiliki varian Surat Batak
sendiri-sendiri. Namun varian-varian ini tidaklah terlalu berbeda satu sama
lain. Ada empat varian Surat Batak yang utama, sesuai rumpun bahasa Batak,
yaitu: Karo, Toba , Pakpak-Dairi, Simalungun, dan Angkola-Mandailing. Dengan
membandingkan kelima aksara Batak dan mengadakan analisa nama-nama huruf
diakritik maka Prof. Dr. Uli Kozok dari University of Hawai'i at Manoa, dapat
membuktikan bahwa aksara Batak mula-mula ada di Mandailing. Dari Mandailing
aksara Batak menyebar ke kawasan Toba Timur (perbatasan dengan Simalungun),
lalu ke Simalungun dan ke Toba Timur. Dari Toba Timur aksara Batak menyebar
lagi ke Pakpak Dairi, sedangkan dari Toba Barat ke Simalungun, sedangkan aksara
Karo menunjukkan pengaruh baik dari Pakpak-Dairi maupun dari Simalungun.
(Sumber: Kozok, Uli. 2009. Surat Batak: Sejarah Perkembangan Tulisan Batak,
Berikut Pedoman Menulis Aksara Batak dan Cap Si Singamangaraja XII. Jakarta:
École française d'Extrême-Orient, Kepustakaan Populer Gramedia.
Penggunaan
Surat Batak zaman dahulu kala digunakan untuk menulis
naskah-naskah Batak yang di antaranya termasuk buku dari kulit kayu yang
dilipat seperti akordeon. Dalam bahasa Batak buku tersebut dinamakan pustaha
atau pustaka. Pustaha-pustaha ini yang ditulis oleh seorang "guru"
atau datu (dukun) berisikan penanggalan dan ilmu nujum.
Penulisan huruf surat Batak secara garis besar terbagi dalam
dua kategori, yaitu ina ni surat dan anak ni surat.
Ina ni surat
Ina ni surat merupakan
huruf-huruf pembentuk dasar huruf aksara Batak. Selama ini, ina ni surat yang
dikenal terdiri dari: a, ha, ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa,
ya, nga, la, ya, nya, ca, nda, mba, i, u. Nda dan Mba adalah konsonan rangkap
yang hanya ditemukan dalam variasi Batak Karo, sedangkan Nya hanya digunakan di
Mandailing akan tetapi dimasukkan juga dalam alfabat Toba walaupun tidak
digunakan. Aksara Ca hanya terdapat di Karo sedangkan di Angkola-Mandailing huruf
Ca ditulis dengan menggunakan huruf Sa dengan sebuah tanda diakritik yang
bernama tompi di atasnya.
Anak ni surat
Anak ni surat dalam aksara Batak adalah komponen fonetis
yang disisipkan dalam ina ni surat (tanda diakritik) yang berfungsi untuk
mengubah pengucapan/lafal dari ina ni surat. Tanda diakritik tersebut dapat
berupa tanda vokalisasi, nasalisasi, atau frikatif. Anak ni surat ini terdiri
dari:
Bunyi [e] (hatadingan)
Bunyi [ŋ] (paminggil)
Bunyi [u] (haborotan)
Bunyi [i] (hauluan)
Bunyi [o] (sihora)
Pangolat (tanda untuk menghilangkan bunyi [a] pada ina ni
surat)
Nama-nama tanda diakritis di atas hanya berlaku untuk bahasa
Batak Toba. Dalam bahasa-bahasa Batak lainnya terdapat sejumlah variasi nama
ina ni surat. Misalnya Pangolet dalam bahasa Karo dinamakan
"penengen".
Seperti halnya ina ni surat, anak ni surat dalam aksara
Batak juga disusun menurut tradisi mereka sendiri, yaitu: [e], [i], [o], [u],
[ŋ], [x]. Tanda diakritik juga memiliki varian bentuk antara suatu daerah
dengan daerah lainnya yang menggunakan aksara yang sama. Di bawah ini disajikan
contoh penggunaan tanda diakritik dengan huruf Ka, dan varian tanda pangolat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar