Batak Toba Samosir merupakan sub atau
bagian dari Batak Toba, meliputi Kabupaten
Samosir dan sebagian kecil Kabupaten Toba
Samosir yang sekarang yang wilayahnya
meliputi Pulau Samosir dan sekitarnya.
Samosir pada masa Kerajaan Batak
Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di
Bakara, Kerajaan Batak yang dalam
pemerintahan dinasti Sisingamangaraja
membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat)
wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:
1. Raja Maropat Silindung
2. Raja Maropat Samosir
3. Raja Maropat Humbang
4. Raja Maropat Toba
Daerah Batak Samosir masuk dalam wilayah
Raja Maropat Samsoir. Raja Maropat Samosir
meliputi wilayah Pulau Samosir sekarang dan
sekitarnya.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah
Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli
pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli
terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut
afdeling dan saat ini dikenal dengan
kabupaten atau kota, yaitu:
1. Afdeling Padang Sidempuan, yang
sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli
Selatan, Kabupaten Mandailing Natal,
Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten
Padang Lawas Utara, dan Kota Padang
Sidempuan.
2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias
Selatan.
3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden,
yang sekarang menjadi Kabupaten
Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang
menjadi Kabupaten Tapanuli Utara,
Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten
Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten
Pakpak Bharat.
Daerah Batak Samosir menjadi salah satu
bagian dari 5 (lima) onderafdeling pada
Afdeling Bataklanden, yaitu Onderafdeling
Samosir yang beribukota di Pangururan.
Onderafdeling Samosir dipimpin oleh seorang
Controleur van Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, bentuk
pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir
tak berubah. Namanya saja yang diubah yakni
memakai bahasa Jepang dan pada waktu itu,
bahasa Belanda dilarang oleh Jepang.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa awal kemerdekaan RI
Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik
Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli
menjadi sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand
Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli
yang pertama.
Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama.
Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama
Afdeling Bataklanden misalnya diubah
menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama
yang diangkat adalah Cornelius Sihombing
yang pernah menjabat sebagai Demang
Silindung. Nama onderafdeling pun diganti
menjadi urung dan para demang yang
memimpin onderafdeing diangkat menjadi
Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung
Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil
yang dulu adalah sebagai Assistent Demang.
Seiring dengan perjalanan sejarah,
pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah
dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:
1. Kabupaten Silindung
2. Kabupaten Samosir
3. Kabupaten Humbang
4. Kabupaten Toba
Batak Samosir masuk dalam wilayah
Kabupaten Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir ketika penyerahan kedaulatan
pada permulaan 1950
Ketika penyerahan kedaulatan pada
permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang
sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera
Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru,
yaitu:
1. Kabupaten Tapanuli Utara (sebelumnya
Kabupaten Tanah Batak)
2. Kabupaten Tapanuli Tengah (sebelumnya
Kabupaten Sibolga)
3. Kabupaten Tapanuli Selatan (sebelumnya
Kabupaten Padang Sidempuan)
4. Kabupaten Nias
Batak Samosir pun masuk dalam wilayah
Kabupaten Tapanuli Utara yang beribukota di
Tarutung.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa sekarang
Pada Desember 2008 ini, Keresidenan
Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera
Utara. Samosir saat ini masuk dalam wilayah
Kabupaten Samosir yang beribukota di
Pangururan.
Kabupaten Samosir adalah kabupaten yang
baru dimekarkan dari Kabupaten Toba Samosir
sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2003
pada tanggal 18 Desember 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Samosir dan
Kabupaten Serdang Bedagai. Terbentuknya
Samosir sebagai kabupaten baru merupakan
langkah awal untuk memulai percepatan
pembangunan menuju masyarakat yang lebih
sejahtera.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir dalam pembagian distrik pada
HKBP
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dibagi
dalam beberapa distrik yang dipimpin oleh
pendeta distrik (praeses). Pembagian distrik
tersebut ada sejak tahun 1911. Pada masa itu,
SamOsir telah menjadi salah satu distrik pada
HKBP yang disatukan dengan Toba, yakni
Distrik IV Toba Samosir.
Seiring perkembangan Distrik IV Toba Samosir,
Samosir pun dimekarkan menjadi distrik yang
terpisah dari Distrik IV Toba Samosir pada 25
November 1945, yaitu Distrik VII Samosir.
Distrik IV Toba Samosir pun berganti nama
menjadi Distrik IV Toba
Hingga Desember 2008 ini, rekapitulasi
ressort pada Distrik VII Samosir ada sebanyak
22 (dua puluh dua) gereja ressort dan 106
(seratus enam) gedung gereja HKBP. Distrik
VII Samosir meliputi Palipi, Nainggolan,
Ambarita, Harianboho, Onan Runggu,
Simanindo, Sianjurmulamula, Tomok, Lumban
Suhisuhi, Ronggurnihuta, Pusuk Buhit,
Pangururan, dan sekitarnya.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir serupa tapi tidak sama dengan
Toba
Kurang dapat diketahui sejak kapan Samosir
dinyatakan sebagai Batak Toba. Padahal Batak
Toba hanya meliputi wilayah Balige, Porsea,
Laguboti, Parsoburan, Silaen, Sigumpar,
Lumban Julu, Ajibata, Uluan, Pintu Pohan, dan
sekitarnya. Sedangkan Batak Samosir tidak
sama dengan Batak Toba. Samosir telah
menjadi wilayah yang berbeda dengan Toba
sejak zaman Kerajaan Batak hingga
pembagian distrik pada HKBP.
Bila diperhatikan secara saksama pada buku
JAMBAR HATA karangan oleh marga
Sihombing dan PUSTAHA BATAK Tarombo
dohot Turiturian ni bangso Batak oleh W.
M. Hutagalung sangat tampak jelas bahwa
Suku Batak Samosir biasanya dibedakan
dengan Suku Batak Toba.
Walaupun dinyatakan tidak sama, tetapi
berdasarkan sejarah budaya, adat-istiadat dan
bahasa, Suku Batak Samosir berasal dari
rumpun asal usul yang sama dengan Suku
Batak Toba. Hanya saja karena telah terpisah
sekian lama, maka terbentuklah suatu
komunitas berbeda yang sekarang disebut
Suku Batak Samosir.
BATAK SISAHUTA (Silindung_Samosir_
Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh
marga yang berbeda pula yang disatukan
dalam suku bangsa Batak.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Marga pada suku Batak Samosir
Marga atau nama keluarga adalah bagian
nama yang merupakan pertanda dari keluarga
mana ia berasal.
Orang Batak selalu memiliki nama marga/
keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari
garis keturunan ayah (patrilinear) yang
selanjutnya akan diteruskan kepada
keturunannya secara terus menerus.
Dikatakan sebagai marga pada suku bangsa
Batak Samosir ialah marga-marga pada suku
bangsa Batak yang berkampung halaman
(marbona pasogit) di daerah Samosir.
Samosir yang merupakan putera dari
Parhutala dan yang mempunyai 4 (empat)
orang putera dan menurunkan 5 (lima) marga,
yaitu: Gultom, Samosir Sidari, Harianja,
Pakpahan, dan Sitinjak, merupakan salah satu
cotoh marga pada suku bangsa Batak Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Kesimpulan
Batak Samosir adalah sub atau bagian dari
suku bangsa Batak yang wilayahnya meliputi
Pulau Samosir dan sekitarnya. Samosir
bukanlah Toba. Karena 4 (empat) sub atau
bagian suku bangsa Batak (Silindung_Samosir_
Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh
marga yang berbeda. Samosir yang merupakan
putera dari Parhutala dan yang mempunyai 4
(empat) orang putera dan menurunkan 5
(lima) marga, yaitu: Gultom, Samosir Sidari,
Harianja, Pakpahan, dan Sitinjak, merupakan
salah satu cotoh marga pada suku bangsa
Batak Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Catatan kaki (referensi dan sumber)
Laris Kaladius Sibagariang, seorang yang
dituakan dan kepala adat di Hutaraja
Sipoholon sebagai sumber lisan.
Ramlo R. Hutabarat, sebagai salah satu
sumber tertulis dalam opininya pada Harian
Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5
Januari 2007 yang berjudul Tapanuli, Dari
Suatu Masa Pada Suatu Ketika
D. J. Gultom Raja Marpodang, sebagai salah
satu sumber tertulis dalam bukunya yang
berjudul Dalihan Natolu Nilai Budaya
Suku Batak tentang Struktur Wilayah
Pemerintahan Harajaon Batak
W. M. Hutagalung, sebagai bahan
pertimbangan dalam bukunya yang bejudul
PUSTAHA BATAK Tarombo dohot
Turiturian ni Bangso Batak
ALMANAK HKBP
bagian dari Batak Toba, meliputi Kabupaten
Samosir dan sebagian kecil Kabupaten Toba
Samosir yang sekarang yang wilayahnya
meliputi Pulau Samosir dan sekitarnya.
Samosir pada masa Kerajaan Batak
Pada masa Kerajaan Batak yang berpusat di
Bakara, Kerajaan Batak yang dalam
pemerintahan dinasti Sisingamangaraja
membagi Kerajaan Batak dalam 4 (empat)
wilayah yang disebut Raja Maropat, yaitu:
1. Raja Maropat Silindung
2. Raja Maropat Samosir
3. Raja Maropat Humbang
4. Raja Maropat Toba
Daerah Batak Samosir masuk dalam wilayah
Raja Maropat Samsoir. Raja Maropat Samosir
meliputi wilayah Pulau Samosir sekarang dan
sekitarnya.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah
Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli
pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli
terbagi atas 4 (empat) wilayah yang disebut
afdeling dan saat ini dikenal dengan
kabupaten atau kota, yaitu:
1. Afdeling Padang Sidempuan, yang
sekarang menjadi Kabupaten Tapanuli
Selatan, Kabupaten Mandailing Natal,
Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten
Padang Lawas Utara, dan Kota Padang
Sidempuan.
2. Afdeling Nias, yang sekarang menjadi
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias
Selatan.
3. Afdeling Sibolga dan Ommnenlanden,
yang sekarang menjadi Kabupaten
Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.
4. Afdeling Bataklanden, yang sekarang
menjadi Kabupaten Tapanuli Utara,
Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten
Samosir, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten
Pakpak Bharat.
Daerah Batak Samosir menjadi salah satu
bagian dari 5 (lima) onderafdeling pada
Afdeling Bataklanden, yaitu Onderafdeling
Samosir yang beribukota di Pangururan.
Onderafdeling Samosir dipimpin oleh seorang
Controleur van Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, bentuk
pemerintahan di Keresidenan Tapanuli hampir
tak berubah. Namanya saja yang diubah yakni
memakai bahasa Jepang dan pada waktu itu,
bahasa Belanda dilarang oleh Jepang.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa awal kemerdekaan RI
Setelah kemerdekaan, pemerintah Republik
Indonesia pun tetap menjadikan Tapanuli
menjadi sebuah keresidenan. Dr. Ferdinand
Lumban Tobing merupakan Residen Tapanuli
yang pertama.
Ada sedikit perubahan dilakukan pada nama.
Namun pembagian wilayah tetap sama. Nama
Afdeling Bataklanden misalnya diubah
menjadi Luhak Tanah Batak dan luhak pertama
yang diangkat adalah Cornelius Sihombing
yang pernah menjabat sebagai Demang
Silindung. Nama onderafdeling pun diganti
menjadi urung dan para demang yang
memimpin onderafdeing diangkat menjadi
Kepala Urung. Onderdistrik pun menjadi Urung
Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung Kecil
yang dulu adalah sebagai Assistent Demang.
Seiring dengan perjalanan sejarah,
pemerintahan di Keresidenan Tapanuli pernah
dibagi dalam 4 (empat) kabupaten, yaitu:
1. Kabupaten Silindung
2. Kabupaten Samosir
3. Kabupaten Humbang
4. Kabupaten Toba
Batak Samosir masuk dalam wilayah
Kabupaten Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir ketika penyerahan kedaulatan
pada permulaan 1950
Ketika penyerahan kedaulatan pada
permulaan 1950, Keresidenan Tapanuli yang
sudah disatukan dalam Provinsi Sumatera
Utara dibagi dalam 4 (empat) kabupaten baru,
yaitu:
1. Kabupaten Tapanuli Utara (sebelumnya
Kabupaten Tanah Batak)
2. Kabupaten Tapanuli Tengah (sebelumnya
Kabupaten Sibolga)
3. Kabupaten Tapanuli Selatan (sebelumnya
Kabupaten Padang Sidempuan)
4. Kabupaten Nias
Batak Samosir pun masuk dalam wilayah
Kabupaten Tapanuli Utara yang beribukota di
Tarutung.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir pada masa sekarang
Pada Desember 2008 ini, Keresidenan
Tapanuli disatukan dalam Provinsi Sumatera
Utara. Samosir saat ini masuk dalam wilayah
Kabupaten Samosir yang beribukota di
Pangururan.
Kabupaten Samosir adalah kabupaten yang
baru dimekarkan dari Kabupaten Toba Samosir
sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2003
pada tanggal 18 Desember 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Samosir dan
Kabupaten Serdang Bedagai. Terbentuknya
Samosir sebagai kabupaten baru merupakan
langkah awal untuk memulai percepatan
pembangunan menuju masyarakat yang lebih
sejahtera.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir dalam pembagian distrik pada
HKBP
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dibagi
dalam beberapa distrik yang dipimpin oleh
pendeta distrik (praeses). Pembagian distrik
tersebut ada sejak tahun 1911. Pada masa itu,
SamOsir telah menjadi salah satu distrik pada
HKBP yang disatukan dengan Toba, yakni
Distrik IV Toba Samosir.
Seiring perkembangan Distrik IV Toba Samosir,
Samosir pun dimekarkan menjadi distrik yang
terpisah dari Distrik IV Toba Samosir pada 25
November 1945, yaitu Distrik VII Samosir.
Distrik IV Toba Samosir pun berganti nama
menjadi Distrik IV Toba
Hingga Desember 2008 ini, rekapitulasi
ressort pada Distrik VII Samosir ada sebanyak
22 (dua puluh dua) gereja ressort dan 106
(seratus enam) gedung gereja HKBP. Distrik
VII Samosir meliputi Palipi, Nainggolan,
Ambarita, Harianboho, Onan Runggu,
Simanindo, Sianjurmulamula, Tomok, Lumban
Suhisuhi, Ronggurnihuta, Pusuk Buhit,
Pangururan, dan sekitarnya.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Samosir serupa tapi tidak sama dengan
Toba
Kurang dapat diketahui sejak kapan Samosir
dinyatakan sebagai Batak Toba. Padahal Batak
Toba hanya meliputi wilayah Balige, Porsea,
Laguboti, Parsoburan, Silaen, Sigumpar,
Lumban Julu, Ajibata, Uluan, Pintu Pohan, dan
sekitarnya. Sedangkan Batak Samosir tidak
sama dengan Batak Toba. Samosir telah
menjadi wilayah yang berbeda dengan Toba
sejak zaman Kerajaan Batak hingga
pembagian distrik pada HKBP.
Bila diperhatikan secara saksama pada buku
JAMBAR HATA karangan oleh marga
Sihombing dan PUSTAHA BATAK Tarombo
dohot Turiturian ni bangso Batak oleh W.
M. Hutagalung sangat tampak jelas bahwa
Suku Batak Samosir biasanya dibedakan
dengan Suku Batak Toba.
Walaupun dinyatakan tidak sama, tetapi
berdasarkan sejarah budaya, adat-istiadat dan
bahasa, Suku Batak Samosir berasal dari
rumpun asal usul yang sama dengan Suku
Batak Toba. Hanya saja karena telah terpisah
sekian lama, maka terbentuklah suatu
komunitas berbeda yang sekarang disebut
Suku Batak Samosir.
BATAK SISAHUTA (Silindung_Samosir_
Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh
marga yang berbeda pula yang disatukan
dalam suku bangsa Batak.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Marga pada suku Batak Samosir
Marga atau nama keluarga adalah bagian
nama yang merupakan pertanda dari keluarga
mana ia berasal.
Orang Batak selalu memiliki nama marga/
keluarga. Nama / marga ini diperoleh dari
garis keturunan ayah (patrilinear) yang
selanjutnya akan diteruskan kepada
keturunannya secara terus menerus.
Dikatakan sebagai marga pada suku bangsa
Batak Samosir ialah marga-marga pada suku
bangsa Batak yang berkampung halaman
(marbona pasogit) di daerah Samosir.
Samosir yang merupakan putera dari
Parhutala dan yang mempunyai 4 (empat)
orang putera dan menurunkan 5 (lima) marga,
yaitu: Gultom, Samosir Sidari, Harianja,
Pakpahan, dan Sitinjak, merupakan salah satu
cotoh marga pada suku bangsa Batak Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Kesimpulan
Batak Samosir adalah sub atau bagian dari
suku bangsa Batak yang wilayahnya meliputi
Pulau Samosir dan sekitarnya. Samosir
bukanlah Toba. Karena 4 (empat) sub atau
bagian suku bangsa Batak (Silindung_Samosir_
Humbang_Toba) memiliki wilayah dan contoh
marga yang berbeda. Samosir yang merupakan
putera dari Parhutala dan yang mempunyai 4
(empat) orang putera dan menurunkan 5
(lima) marga, yaitu: Gultom, Samosir Sidari,
Harianja, Pakpahan, dan Sitinjak, merupakan
salah satu cotoh marga pada suku bangsa
Batak Samosir.
↑Kembali Ke Bagian Sebelumnya
Catatan kaki (referensi dan sumber)
Laris Kaladius Sibagariang, seorang yang
dituakan dan kepala adat di Hutaraja
Sipoholon sebagai sumber lisan.
Ramlo R. Hutabarat, sebagai salah satu
sumber tertulis dalam opininya pada Harian
Sinar Indonesia Baru (SIB) edisi Jumat, 5
Januari 2007 yang berjudul Tapanuli, Dari
Suatu Masa Pada Suatu Ketika
D. J. Gultom Raja Marpodang, sebagai salah
satu sumber tertulis dalam bukunya yang
berjudul Dalihan Natolu Nilai Budaya
Suku Batak tentang Struktur Wilayah
Pemerintahan Harajaon Batak
W. M. Hutagalung, sebagai bahan
pertimbangan dalam bukunya yang bejudul
PUSTAHA BATAK Tarombo dohot
Turiturian ni Bangso Batak
ALMANAK HKBP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar