Bismillahirrohmanirrohim

Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Sabtu, 30 Maret 2013

Riwayat Singkat Perjuangan Raja Si Singamangaraja XII

Riwayat Singkat Perjuangan Raja Si
Singamangaraja XII
Dari catatan Keluarga Sisingamangaraja
dalam rangka peringatan 100 tahun
perjuangan raja Sisingamangaraja XII
Raja Si Singamangaraja XII lahir di
Bakara ditepian Danau Toba sebelah
Selatan pada tahun 1848. Saat ini
Bakara merupakan suatu kecamatan
dalam Kabupaten Humbang
Hasundutan. Nama kecilnya adalah
Patuan Bosar gelar Ompu Pulo Batu.
Sebagaimana leluhurnya, gelar Raja
dan kepemimpinan selalu diturunkan
dari pendahulunya secara turun
temurun. Ketika Patuan Bosar
dinobatkan menjadi Raja Si
Singamangaraja XII pada tahun 1871,
waktu itu umurnya baru 22 tahun
dalam usia yang masih muda.
Rakyat bertani dan beternak, berburu dan
sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Si
Singamangaraja XII mengunjungi suatu negeri
semua yang �terbeang� atau ditawan, harus
dilepaskan. Sebagaimana dengan Raja Si
Singamangaraja I sampai XI, beliau juga
merupakan seorang pemimpin yang sangat
menentang perbudakan yang memang masih
lazim masa itu. Jika beliau pergi ke satu desa
(huta), beliau selalu meminta agar penduduk
desa tersebut memerdekakan orang yang
sedang dipasung karena hutang atau kalah
perang, orang-orang yang ditawan yang
hendak diperjualbelikan dan diperbudak.
Dia seorang pejuang sejati, yang anti
penjajahan dan perbudakan. Pejuang yang
tidak mau berkompromi dengan penjajah
kendati kepadanya ditawarkan menjadi Sultan
Batak. Ia memilih lebih baik mati daripada
tunduk pada penjajah. Ia kesatria yang tidak
mau mengkhianati bangsa sendiri demi
kekuasaan. Ia berjuang sampai akhir hayat.
Perjuangannya untuk memerdekakan ‘manusia
bermata hitam’ dari penindasan penjajahan si
mata putih (sibontar mata), tidak terbatas
pada orang Tapanuli (Batak) saja, tetapi
diartikan secara luas dalam rangka nasional.
Semua orang yang bermata hitam
dianggapnya saudara dan harus dibela dari
penjajahan si mata putih (sibontar mata). Dia
merasa dekat dengan siapa saja yang tidak
melakukan penindasan, tanpa membedakan
asal-usul. Maka ia pun mengangkat
panglimanya yang berasal dari Aceh.
Perjuangan Raja Si Singamangaraja XII
melawan Belanda
Dapat dipadamkannya “Perang Paderi”
melapangkan jalan bagi pemerintahan kolonial
di Minangkabau dan Tapanuli Selatan.
Minangkabau jatuh ke tangan Belanda,
menyusul daerah Natal, Mandailing, Barumun,
Padang Bolak, Angkola, Sipirok, Pantai Barus
dan kawasan Sibolga.
Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak
terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-
daerah yang telah direbut Belanda menjadi
daerah Gubernemen yang disebut “Residentie
Tapanuli dan Onderhoorigheden”, dengan
seorang Residen berkedudukan di Sibolga yang
secara administratif tunduk kepada Gubernur
Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah
Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung,
Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba,
Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda
dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak
yang merdeka, atau ‘De Onafhankelijke
Bataklandan’. Sampai pada tahun 1886,
hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai
Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang
masih berada dalam situasi merdeka dan
damai di bawah pimpinan Raja Si
Singamangaraja XII yang masih muda.
Sebenarnya berita tentang masksud Belanda
untuk menguasai seluruh Sumatera ini sudah
diperkirakan oleh kerajaan Batak yang masa
itu masih dipimpin oleh Raja Si
Singamangaraja XI yaitu Ompu Sohahuaon.
Sebagai bukti untuk ini, salah satu putrinya
diberi nama Nai Barita Hulanda.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang
kepada Aceh dan tentaranya mendarat di
pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di
mana Raja Si Singamangaraja XII berkuasa,
masih belum dijajah Belanda. Tetapi ketika 3
tahun kemudian, yaitu pada tahun 1876,
Belanda mengumumkan “Regerings� Besluit
Tahun 1876″ yang menyatakan daerah
Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan
kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk
kepada Residen Belanda di Sibolga, Raja Si
Singamangaraja XII cepat mengerti siasat
strategi Belanda. Kalau Belanda mulai
menguasai Silindung, tentu mereka akan
menyusul dengan menganeksasi Humbang,
Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain. Raja Si
Singamangaraja XII cepat bertindak, Beliau
segera mengambil langkah-langkah
konsolidasi. Raja-raja Batak lainnya dan
pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu
rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876.
Dalam rapat penting dan bersejarah itu
diambil tiga keputusan sebagai berikut :
1. Menyatakan perang terhadap Belanda
2. Zending Agama tidak diganggu
3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk
sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Raja Si
Singamangaraja XII lah yang dengan
semangat tinggi, mengumumkan perang
terhadap Belanda yang ingin menjajah.
Terlihat pula, Raja Si Singamangaraja XII
bukan anti agama dan di zamannya, sudah
dapat membina azas dan semangat persatuan
dengan suku-suku lainnya.
Tahun 1877, mulailah perang Batak yang
terkenal itu, yang berlangsung 30 tahun
lamanya. Dimulai di Bahal Batu, Humbang,
berkobar perang yang ganas selama tiga
dasawarsa. Belanda mengerahkan pasukan-
pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang
pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja Si
Singamangaraja XII.
Pasukan Belanda yang datang menyerang ke
arah Bakara, markas besar Raja Si
Singamangaraja XII di Tangga Batu dan Balige
mendapat perlawanan dan berhasil dihambat.
Belanda merobah taktik, pada babak
berikutnya ia menyerbu ke kawasan Balige
untuk merebut kantong logistik Raja Si
Singamangaraja XII di daerah Toba, untuk
selanjutnya mengadakan blokade terhadap
Bakara. Tahun 1882, hampir seluruh daerah
Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan
Laguboti masih tetap dipertahankan oleh
panglima-panglima Raja Si Singamangaraja
XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi
Hutapea. Baru setahun kemudian Laguboti
jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan
satu batalion tentara bersama barisan
penembak-penembak meriam.
Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan
jauh sebelumnya oleh Raja Si Singamangaraja
XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda.
Namun Belanda tetap merasa penguasaan
tanah Batak berjalan lamban.Untuk
mempercepat rencana kolonialisasi ini,
Belanda menambah pasukan besar yang
didatangkan dari Batavia (Jakarta sekarang)
yang mendarat di Pantai Sibolga. Juga
dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan.
Raja Si Singamangaraja XII membalas
menyerang Belanda di Balige dari arah Huta
Pardede. Pasukan Raja Si Singamangaraja XII
juga dikerahkan berupa kekuatan laut dari
Danau Toba yang menyertakan pasukan
sebanyak 800 orang dengan menggunakan 20
solu bolon. Pertempuran besar pun terjadi.
Pada tahun 1883, Belanda benar-benar
mengerahkan seluruh kekuatannya dan Raja Si
Singamangaraja XII beserta para panglimanya
juga bertarung dengan gigih. Tahun itu, di
hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda
harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan
yang setia kepada perjuangan Raja Si
Singamangaraja XII. Namun pada tanggal 12
Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan
Markas Besar Raja Si Singamangaraja XII
berhasil direbut oleh pasukan Belanda. Raja Si
Singamangaraja XII mengundurkan diri ke
Dairi bersama keluarganya dan pasukannya
yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya
yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga
didatangkan untuk mencari persembunyian
Raja Si Singamangaraja XII. Barisan pelacak
ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh
pasukan Raja Si Singamangaraja XII barisan
musuh ini dijuluki �Si Gurbak Ulu Na Birong�.
Tetapi pasukan Raja Si Singamangaraja XII
pun terus bertarung. Panglima Sarbut
Tampubolon menyerang tangsi Belanda di
Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan
berhadapan dengan Raja Ompu Babiat
Situmorang. Tetapi Raja Si Singamangaraja XII
menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja,
Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran
dan Pollung. Panglima Raja Si Singamangaraja
XII yang terkenal Amandopang Manullang
tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi
Penasehat Khusus Raja Si Singamangaraja XII,
Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda.
Ini terjadi pada tahun 1889.
Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil
menguasai Aceh sehingga pada tahun 1890
pasukan khusus Marsose yang tadinya
ditempatkan di Aceh, dikerahkan untuk
menyerang Raja Si Singamangaraja XII di
daerah Parlilitan. Mendapat penyerangan yang
tiba-tiba dan menghadapi persenjataan yang
lebih modern dari Belanda, akhirnya
perlawanan gigih pasukan Raja Si
Singamangaraja XII pun terdesak. Dari situlah
dia dan keluarga serta pasukannya menyingkir
ke Dairi.
Raja Si Singamangaraja XII melanjutkan
peperangan secara berpindah-pindah di
daerah Parlilitan selama kurang lebih 22
tahun, disetiap persinggahaannya Beliau
selalu memberikan pembinaan pertanian, adat
istiadat (hukum) untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sehingga
menimbulkan kesetiaan dan dukungan rakyat
untuk berjuang.walaupun banyak di antara
penduduk yang mendapat siksaan dan pukulan
dengan rotan dan bahkan sampai terbunuh,
karena tidak mau bekerja-sama dengan
Belanda. Termasuk untuk menunjukkan tempat
pasukan dan Raja Si Singamangaraja XII
berada.
Pasukan Raja Si Singamangaraja XII di Dairi ini
merupakan gabungan dari suku Batak dan
suku Aceh. Pasukan ini dipimpin oleh putranya
Patuan Nagari. Panglima-panglima dari suku
Batak Toba antara lain, Manase Simorangkir
dari Silindung, Rior Purba dari Bakara, Aman
Tobok Sinaga dari Uruk Sangkalan dan Ama
Ransap Tinambunan dari Peabalane. Dari suku
Aceh antara lain Teuku Sagala, Teuku Nyak
Bantal, Teuku Nyak Ben,Teuku Mat Sabang,
Teuku Nyak Umar, Teuku Nyak Imun, Teuku
Idris. Sedang dari rakyat Parlilitan antara lain:
Pulambak Berutu, Tepi Meha, Cangkan Meha,
Pak Botik Meha, Pak Nungkun Tinambunan,
Nangkih Tinambunan, Pak Leto Mungkur, Pak
Kuso Sihotang, Tarluga Sihombing dan Koras
Tamba.
Pasukan Raja Si Singamangaraja XII ini dilatih
di suatu gua yang bernama Gua Batu Loting
dan Liang Ramba di Simaninggir. Gua ini
berupa liang yang terjadi secara alamiah
dengan air sungai di bawah tanah. Tinggi gua
sekitar 20 meter dan mempunyai cabang-
cabang yang bertingkat-tingkat. Sirkulasi
udara di dalam gua cukup baik karena terbuka
ke tiga arah, dua sebagai akses keluar masuk
dan satu menuju ke arah air terjun. Jarak dari
pintu masuk ke air terjun didalam gua lebih
dari 250 meter. Dengan demikian, di dalam
gua ini dimungkinkan untuk menjalankan
kehidupan sehari-hari bagi seluruh pasukan
yang dilatih tanpa harus keluar dari gua.
Pihak penjajah Belanda juga melakukan upaya
pendekatan (diplomasi) dengan menawarkan
Raja Si Singamangaraja XII sebagai Sultan
Batak, dengan berbagai hak istimewa
sebagaimana lazim dilakukan Belanda di
daerah lain. Namun Raja Si Singamangaraja
XII menolak tawaran tersebut. Sehingga usaha
untuk menangkapnya mati atau hidup semakin
diaktifkan.
Setelah melalui pengepungan yang ketat
selama tiga tahun, akhirnya markasnya
diketahui oleh serdadu Belanda. Dalam
pengejaran dan pengepungan yang sangat
rapi, peristiwa tragis pun terjadi. Dalam satu
pertempuran jarak dekat, komandan pasukan
Belanda kembali memintanya menyerah dan
akan dinobatkan menjadi Sultan Batak. Namun
pahlawan yang merasa tidak mau tunduk pada
penjajah ini lebih memilih lebih baik mati
daripada menyerah.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan
Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung
Raja Si Singamangaraja XII. Pertahanan Raja
Si Singamangaraja XII diserang dari tiga
jurusan. Tetapi Raja Si Singamangaraja XII
tidak bersedia menyerah. Kaum wanita dan
anak-anak diungsikan secara berkelompok-
kelompok, namun kemudian mereka
tertangkap oleh Belanda.
Tanggal 17 Juni 1907, di pinggir bukit Aek
Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si
Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten
Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang
sekarang, gugurlah Raja Si Singamangaraja XII
oleh pasukan Marsose Belanda pimpinan
Kapten Christoffel. Raja Si Singamangaraja XII
gugur bersama dua putranya Patuan Nagari
dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Raja
Si Singamangaraja XII yang kebal peluru
tewas kena peluru setelah terpercik darah
putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya.
Dalam peristiwa ini juga turut gugur banyak
pengikut dan beberapa panglimanya termasuk
yang berasal dari Aceh, karena mereka juga
berprinsip pantang menyerah. Pengikut-
pengikutnya yang lain berpencar dan berusaha
terus mengadakan perlawanan, sedangkan
keluarga Raja Si Singamangaraja XII yang
masih hidup dihina dan dinista, dan kemudian
ditawan di internering Pearaja Tarutung.
Semua mereka merupakan korban perjuangan.
Perang yang berlangsung selama 30 tahun itu
memang telah mengakibatkan korban yang
begitu banyak bagi rakyat termasuk keluarga
Raja Si Singamangaraja XII sendiri. Walaupun
Raja Si Singamangaraja XII telah wafat, tidak
berarti secara langsung membuat perang di
tanah Batak berakhir, sebab sesudahnya
terbukti masih banyak perlawanan dilakukan
oleh rakyat Tapanuli khususnya pengikut dari
Raja Si Singamangaraja XII sendiri.
Jenazah Raja Si Singamangaraja XII, Patuan
Nagari dan Patuan Anggi dibawa dan
dikuburkan Belanda di tangsi Tarutung. Pada
Tahun 1953, Raja Si Singamangaraja XII,
Patuan Nagari dan Patuan Anggi dimakamkan
kembali di Makam Pahlawan Nasional
Soposurung Balige yang dibangun oleh
pemerintah, masyarakat dan keluarga. Digelari
Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan
Surat Keputusan Pemerintah Republik
Indonesia No. 590 tertanggal 19 Nopember
1961.
Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa
mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah
ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Si
Singamangaraja XII selama selama tiga
dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan
semangat dan kecintaannya kepada tanah air
dan kepada kemerdekaannya yang tidak
bertara. Itulah yang dinamakan “Semangat
Juang Raja Si Singamangaraja XII”, yang perlu
diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama
generasi muda. Raja Si Singamangaraja XII
benar-benar patriot sejati. Beliau tidak
bersedia menjual tanah air untuk kesenangan
pribadi. Hal ini menumbuhkan semangat
persatuan dan kemerdekaan di hati rakyat.

Dikutip dari Tano Batak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TAPANULI NADEGES BLOGNYA ORANG TAPANULI

Masyarakat Tapanuli juga bisa berperan dalam mengirimkan berita tentang tapanuli, baik itu budaya, adat istiadat, peristiwa alam, perjalanan, maupun karya seni seperti photo video, cerpen dll. dapat dikirimkan ke email: tapanulinadeges@gmail.com http://tapanulinadeges.blogspot.com/2013/11/mari-kirimkan-karyamu-ke-tapanuli.html

Tapanuli Tanah yang kaya dan masyarakatnya beradat
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh