Ada hal yang istimewa dalam perjalanan
karier penyanyi Eddy Silitonga. Waktu datang
ke Jakarta dia sama sekali tidak terpikir akan
berkarier sebagai penyanyi. Dia merantau
Eddy Silitonga untuk menambah ilmu di
sekolah, lalu sambil berusaha melepaskan diri
dari kesulitan hidup di kota metropolitan dia
menjadi kondektur bus kota.
Namun nasibnya menjadi lain ketika dia
dengan berani ikut Festival Lagu Populer
Tingkat Nasional tahun 1975. Walaupun yang
menjadi juara waktu itu adalah Melky Goeslaw
yang membawakan lagu Minggus Tahitu Pergi
untuk Kembali, Eddy memenangkan hati
produser dan pencipta lagu kondang waktu itu,
Rinto Harahap.
Melalui televisi Rinto yang baru mendirikan
perusahaan rekaman Lollypop, tertarik pada
Eddy. Namun Eddy justru pergi ke perusahaan
rekaman nomor satu waktu itu, Remaco.
Puncak Ketenaran
Pertemuannya dengan Rinto merupakan titik
balik kehidupan Eddy secara keseluruhan.
Dengan lagu ciptaannya Biarlah Sendiri, Rinto
mengorbitkan Eddy ke puncak ketenarannya
pada tahun 1976.
Bukan hanya Eddy, perusahaan Lollypop juga
mulai dikenal sebagai perusahaan yang
mampu mensejajarkan dirinya dengan
perusahaan rekaman ternama waktu itu
seperti Remaco, Musica Studio's, Purnama,
dan Irama Tara.
Namun penyanyi yang terbiasa menyanyi di
atas panggung sejak SD itu ternyata tidak
lama bertahan, karena dia kemudian pindah ke
Remaco. Meskipun merasa berat hati, dengan
jujur Eddy menyatakan bahwa dia meningalkan
Lollypop, karena ingin memiliki sebuah rumah
untuk berlindung bersama adik-adiknya.
Lahir di Pematang Siantar tanggal 17
November 1950, Eddy adalah anak keempat
dari 11 anak-anak Gustaf Silitonga dan
Theresia Siahaan. Dia datang ke Jakarta
tanggal 31 Desember 1968 dengan
menumpang kapal laut langsung dari Medan,
setelah menyelesaikan SMA di Rantauprapat.
Eddy yang termasuk menonjol di sekolah, saat
itu cita-citanya hanyalah ingin meneruskan
sekolahnya. Itulah sebabnya dengan penuh
semangat dia tidak menolak ketika pamannya
yang bekerja di Departeman Luar Negeri
ditugaskan ke Manila mengajaknya.
Sempat Terpuruk
Puncak kejayaan Eddy 1976-1979 diakhiri
dengan pengalaman pahit yang menjadi
lembaran yang sangat kelam dalam hidupnya.
Dia terpuruk seakan-akan tidak akan mampu
bangkit lagi. Lantaran uang hasil karirnya di
dunia tarik suara ia tanamkan di perusahaan
pest-control yang dirikan tahun 1980. Akibat
tidak cermat dalam memilih memilih partner
kerja sehingga perusahaan Eddy bangkrut.
Bukan saja dia kehilangan modal ratusan juta,
juga istrinya tercinta meninggalkannya pada
tahun 1981. Waktu itu dunia seakan-akan
terbalik, sehingga Eddy tidak tahu apa yang
harus diperbuatnya. Pasalnya, hasil usahanya
bertahun-tahun ludes hanya dalam waktu
sekejap. Beberapa buah mobil, tanah, dan
uang tunai lenyap bagai ditelan bumi.
Tidak hanya itu, seperti diakui Eddy, anehnya
setelah kebangkrutan perusahaannya itu,
tawaran untuk me-nyanyi di atas panggung
atau rekaman pun tiba-tiba sepi.
Lima tahun lamanya, 1981-1986, Eddy
Silitonga yang memiliki suara lantang dan
mempesonakan banyak penggemarnya itu
bagaikan lenyap dari pelataran industri musik
Indonesia. Sebagian besar waktunya habis
digunakan menyepi di rumahnya yang seluas
200 meter persegi di kawasan Cilandak,
Jakarta Selatan, yang dibeli hanya seharga Rp
9 juta pada tahun 1978.
Bangkit Kembali
Walau teebilang jarang, ternyata masih ada
juga yang minta dia menyanyi. Dari honor
jutaan yang pernah diterima selama tahun
1976-1979, pada waktu itu honor ratusan ribu
pun di terimanya.
Sampai akhirnya datang Emilia Contessa pada
tahun 1987 mengajak Eddy manggung
bersamanya di Malaysia. Setelah itu pintu
seakan-akan kembali terbuka,
Eddy juga pernah berhasil menyanyikan
sejumlah lagu daerah. Ubekan Denai adalah
lagu pop berbahasa Minang yang populer
lewat suara Eddy. Kemudian Alusi Au (Batak),
Romo Ono Maling (Jawa), di samping yang
berbahasa Sunda, Sulawesi, Kalimantan, dan
Pelembang yang baru dirampungnya;
Ngawujudko Tika Tika (Ogan Komering Ulu),
Pujaan (Sekayu), Ndung Ku (Muara Enim),
Cugak (Ogan Komering Ilir), Ade Dide Kah
(Lahat), Belek Gi (Lubuk Ling-gau), Ingkar Janji
(Bangka).
Dikutip dari kasak-kusuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar